
1.
Apa
itu Ngereh dan Ngeleak?
Ngereh” artinya proses perubahan wujud dari manusia menjadi Leak. Leak
desti adalah wujud siluman jahat (setan). Desti adalah perwujudan binatang
siluman manusia dalam bentuk binatang yang aneh dan seram.Ngereh
merupakan suatu prosesi ritual mistik yang
dilakukan di kuburan pada tengah malam dan merupakan tahapan akhir dari proses
sakralisasi petapakan Ida Bhatara Rangda atau Barong Landung.
Beberapa lontar yang memuat isi tentng ngereh diantarannya adalah Lontar
Canting Mas (Informasi dari Ida Pedanda Bang Buruan pada majalah taksu, 196 th
2007), Widhi Sastra dan Ganapati Tatwa dan lontar pengerehan. Upacara ini
biasanya dilakukan pada dua tempat yaitu di pura dan di kuburan. Apabila
dilakukan di kuburan yang dianggap tenget (angker), maka diperlukan tiga
tengkorak manusia yang berfungsi sebagai alas duduk bagi yang memundut (mengusung).
Begitu pula bila dilakukan di pura maka tengkorak manusia dapat diganti dengan
kelapa gading muda. Untuk menjadi Pengereh diperlukan kesiapan mental,
keberanian dan kebersihan pikiran dan badan serta yang paling penting adalah
lascarya (pasrah, tulus, ikhlas). Gegodan (gangguan niskala) mulai mengetes
keteguhan hati pengereh, apakah dia akan bisa bertahan dan berhasil atau malah
kabur yang berarti gagal. maka keberhasilannnya adalah ditandai dengan adanya
gulungan api, atau tiga bola api yang datang
menghampiri kemudian masuk ke petapakan Ida Betara Rangda.
Leak
merupakan suatu ilmu kuno yang diwariskan oleh leluhur Hindu di Bali. Kata leak
sudah mendarah daging di benak masyarakat hindu di Bali atau asal Bali yang
tinggal di perantauan sebab kata-kata ini sangat sering kita dengar dan membuat
bulu kuduk merinding atau hanya sekedar ga berani keluar malam gara-gara kata
“leak" ini.Begitu juga keributan sering terjadi antar tetangga gara-gara
seorang nenek di sebelah rumah di tuduh bisa ngeleak. Bahkan bayi menangis
tengah malam, yang mungkin kedinginan atau perut kembung yang tidak di ketahui
oleh ibunya, juga tuduhannya pasti “amah leak” apalagi kalau yang bilang balian
sakti (paranormal).Asumsi kita tentang leak paling-paling rambut putih dan panjang,
gigi bertaring, mata melotot, dan identik dengan wajah seram. Hal inilah yang
membuat kita semakin tajam mengkritik leak dengan segala sumpah serapah, atau
hanya sekedar berpaling muka bila ketemu dengan orang yang bisa ngeleak.Secara
umum leak itu tidak menyakiti, leak itu proses ilmu yang cukup bagus bagi yang
berminat. Karena ilmu leak juga mempunyai etika-etika tersendiri. Yang
menyakiti itu ilmu teluh atau nerangjana, inilah ilmu yang bersifat negatif,
khusus untuk menyakiti orang karena beberapa hal seperti balas dendam, iri
hati, ingin lebih unggul, ilmu inilah yang disebut pengiwa. Ilmu pengiwa inilah
yang banyak berkembang di kalangan masyarakat seringkali dicap sebagai ilmu
leak.Tidak gampang mempelajari ilmu leak. Dibutuhkan kemampuan yang prima untuk
mempelajari ilmu leak. Dulu ilmu leak tidak sembarangan orang mempelajari,
karena ilmu leak merupakan ilmu yang cukup rahasia sebagai pertahanan serangan
dari musuh. Orang Bali Kuno yang mempelajari ilmu ini adalah para
petinggi-petinggi raja disertai dengan bawahannya. Tujuannya untuk sebagai ilmu
pertahanan dari musuh terutama serangan dari luar. Orang-orang yang mempelajari
ilmu ini memilih tempat yang cukup rahasia, karena ilmu leak ini memang
rahasia. Jadi tidak sembarangan orang yang mempelajari. Namun zaman telah
berubah otomatis ilmu ini juga mengalami perubahan sesuai dengan zamannya.
Namun esensinya sama dalam penerapan.Pada dasarnya ilmu leak adalah “ilmu
kerohanian yang bertujuan untuk
mencari
pencerahan lewat aksara suci”.Dalam aksara Bali tidak ada yang disebut dengan
leak, yang ada adalah “Lia Ak yang berarti lima aksara (memasukkan dan
mengeluarkan kekuatan aksara dalam tubuh melalui tata cara tertentu). Kekuatan
aksara ini disebut “Panca Gni Aksara”, siapapun manusia yang mempelajari
kerohanian merek apapun apabila mencapai puncaknya dia pasti akan mengeluarkan
cahaya (aura).Cahaya ini bisa keluar melalui lima pintu indra tubuh; telinga,
mata, mulut, ubun-ubun, serta kemaluan. Pada umumya cahaya itu keluar lewat
mata dan mulut, sehingga apabila kita melihat orang ngelekas di kuburan atau
tempat sepi, api seolah-olah membakar rambut orang tersebut.Orang yang
kebetulan melihatnya tidak perlu waswas. Bersikap sewajarnya saja. Kalau takut
melihat, ucapkanlah nama nama Tuhan. Endih ini tidak menyebabkan panas. Dan
endih tidak bisa dipakai untuk memasak karena sifatnya beda. Endih leak
bersifat niskala, tidak bisa dijamah.Pada prinsipnya ilmu leak tidak
mempelajari bagaimana cara menyakiti seseorang, yang di pelajari adalah
bagaimana dia mendapatkan sensasi ketika bermeditasi dalam perenungan aksara
tersebut. Ketika sensasi itu datang, maka orang itu bisa jalan-jalan keluar
tubuhnya melalui “ngelekas” atau ngerogo sukmo. kata “Ngelekas” artinya
kontraksi batin agar badan astral kita bisa keluar, ini pula alasannya orang
ngeleak apabila sedang mempersiapkan puja batinnya di sebut “angeregep
pengelekasan”.Sampai di sini roh kita bisa jalan-jalan dalam bentuk cahaya yang
umum disebut “ndihan” bola cahaya melesat dengan cepat. Ndihan adalah bagian
dari badan astral manusia yang tidak dibatasi oleh ruang dan waktu dan pelaku
bisa menikmati keindahan malam dalam dimensi batin yang lain.dalam dunia
pengeleakan ada kode etiknya,tidak sembarangan berani/boleh keluar dari tubuh
kasar kalau tidak ada kepentingan mendesak, sehingga tidak semua orang bisa
melihat ndihan.tidak boleh masuk atau dekat dengan orang mati, orang ngeleak
hanya main2 di kuburan (pemuhunan) apabila ada mayat baru, anggota leak wajib
datang ke kuburan untuk memberikan doa agar rohnya mendapat tempat yang baik
sesuai karmanya, begini bunyi doanya leak memberikan berkat, "ong, gni
brahma anglebur panca maha butha, anglukat sarining merta, mulihankene kite
ring betara guru, tumitis kita dadi manusia mahutama, ong rang sah, prete namah.."
sambil membawa kelapa gading untuk dipercikkan sebagai tirta.
mencari
pencerahan lewat aksara suci”.Dalam aksara Bali tidak ada yang disebut dengan
leak, yang ada adalah “Lia Ak yang berarti lima aksara (memasukkan dan
mengeluarkan kekuatan aksara dalam tubuh melalui tata cara tertentu). Kekuatan
aksara ini disebut “Panca Gni Aksara”, siapapun manusia yang mempelajari
kerohanian merek apapun apabila mencapai puncaknya dia pasti akan mengeluarkan
cahaya (aura).Cahaya ini bisa keluar melalui lima pintu indra tubuh; telinga,
mata, mulut, ubun-ubun, serta kemaluan. Pada umumya cahaya itu keluar lewat
mata dan mulut, sehingga apabila kita melihat orang ngelekas di kuburan atau
tempat sepi, api seolah-olah membakar rambut orang tersebut.Orang yang
kebetulan melihatnya tidak perlu waswas. Bersikap sewajarnya saja. Kalau takut
melihat, ucapkanlah nama nama Tuhan. Endih ini tidak menyebabkan panas. Dan
endih tidak bisa dipakai untuk memasak karena sifatnya beda. Endih leak
bersifat niskala, tidak bisa dijamah.Pada prinsipnya ilmu leak tidak
mempelajari bagaimana cara menyakiti seseorang, yang di pelajari adalah
bagaimana dia mendapatkan sensasi ketika bermeditasi dalam perenungan aksara
tersebut. Ketika sensasi itu datang, maka orang itu bisa jalan-jalan keluar
tubuhnya melalui “ngelekas” atau ngerogo sukmo. kata “Ngelekas” artinya
kontraksi batin agar badan astral kita bisa keluar, ini pula alasannya orang
ngeleak apabila sedang mempersiapkan puja batinnya di sebut “angeregep
pengelekasan”.Sampai di sini roh kita bisa jalan-jalan dalam bentuk cahaya yang
umum disebut “ndihan” bola cahaya melesat dengan cepat. Ndihan adalah bagian
dari badan astral manusia yang tidak dibatasi oleh ruang dan waktu dan pelaku
bisa menikmati keindahan malam dalam dimensi batin yang lain.dalam dunia
pengeleakan ada kode etiknya,tidak sembarangan berani/boleh keluar dari tubuh
kasar kalau tidak ada kepentingan mendesak, sehingga tidak semua orang bisa
melihat ndihan.tidak boleh masuk atau dekat dengan orang mati, orang ngeleak
hanya main2 di kuburan (pemuhunan) apabila ada mayat baru, anggota leak wajib
datang ke kuburan untuk memberikan doa agar rohnya mendapat tempat yang baik
sesuai karmanya, begini bunyi doanya leak memberikan berkat, "ong, gni
brahma anglebur panca maha butha, anglukat sarining merta, mulihankene kite
ring betara guru, tumitis kita dadi manusia mahutama, ong rang sah, prete namah.."
sambil membawa kelapa gading untuk dipercikkan sebagai tirta.
Ditinjau
dari sumber ilmunya ada 2 jenis ilmu leak:
Leak
Panugerahan adalah kemampuan spiritual yang diberikan oleh Tuhan
sebagai gift (hadiah lahir) karena yang bersangkutan memiliki karma yang sangat
baik dalam kehidupan sebelumnya. Orang yg menguasai Leak Panganugerahan mampu
menghidupkan sinar Tuhan dlm tubuhnya yg diistilahkan dgn “api” dan mampu
memadamkannya dengan unsur-unsur cair yg ada dalam tubuhnya juga. Biasanya
unsur-unsur cair ini akan keluar dalam bentuk ludah/air liur/dahak. Dia juga
mampu menyatukan unsur bhuana alit (tubuh manusia) dgn bhuana agung (alam semesta).
Dengan demikian yang mampu menguasai
semua makhluk-mahluk halus (jin, setan,dll) yg ada di dalam tubuh manusia dan
di alam semesta dalam genggamannya. dan sekali yang menerima anugrah tersebut
melanggar aturan atau berbuat diluar kebajikan, maka semua ilmunya akan sirna
dan hidupnya pasti menderita. Sehingga apapun yang akan dilakukannya berkaitan
dengan ilmu leak, selalu minta ijin terlebih dahulu dari Sesuhunannya atau
paling tidak mengadakan pemberitahuan (matur piuning).
Leak
Papalajahan adalah kemampuan yg didapat dengan cara belajar baik
dengan meditasi, tapa semadhi atau yoga atau belajar dari guru. orang yg
menguasai Leak Papalajahan hanya mampu menghidupkan api saja tanpa mampu
memadamkannya. Dia juga tdk mampu menguasai makhluk-mahluk halus yg ada di alam
semesta dalam dirinya, tapi bisa memerintahkan mereka dgn jalan memberikan
seperangkat sesajen tertentu utk menyenangkan makhluk-makhluk halus, karena
sesajensesajen ini adalah makanan buat mereka.Dalam sebuah tayangan episode
televisi ada seorang praktisi leak yang mencoba menghapus kesan buruk ilmu leak
dengan menayangkan prosesi nglekas. Dinyatakan di sana bahwa kru televisi dari
luar Bali pada ketakutan dan menjauh dari sang praktisi karena melihat
perubahan wujud menjadi sangat menyeramkan. Padahal dari rekaman video
perubahan wujud itu tidak tampak sama sekali. Hanya dari beberapa bagian tubuh
sang praktisi mengeluarkan cahaya terang, terutama mulut dan ubun-ubun,
sedangkan dari telapak tangan keluar asap putih. Itu bedanya mata manusia yang
memiliki sukma dan mata teknologi (kamera).
·
Bagaimanakah
upacara ngereh itu?
Banyak upacara agama yang dilakukan oleh
umat Hindu di Bali. Salah satu upacara agama yang dilaksanakan adalah upacara
ngereh atau pengerehan yang lazim dilakukan oleh masyarakat dalam rangka
menghidupkan sesuatu yang ada hubungannya dengan wahana atau petapakan Ida
Betara Rangda di Pura. Dalam ajaran Agama Hindu di Bali sarat dengan lokal
genius yang berdasarkan sastra-sastra Agama, termasuk diantaranya ngereh.
Upacara ngereh ini tidak dapat dinikmati dalam setiap waktunya, namun upacara
ini hanya diadakan apabila dilakukan perbaikan terhadap tapel (topeng) ataupun
mengganti tapel (topeng) dengan yang baru.
Banyak orang yang tidak memahami arti
dari upacara ngereh yang dilaksanakan. Tidak jarang umat yang berasal dari
agama lain akan mengnggap upacara ngereh yang dilakukan adalah upacara yang
seram. Banyaknya salah presepsi terhadap upacara ngereh ini, terkadang membuat
banyak umat lain yang mencemooh. Ngereh sebenarnya bukanlah hal yang aneh
ataupun seram. Ngereh dilaksanakan jika ada hubungannya dengan membuat ataupun
memperbaiki tapel (topeng) Ida Bhatara Rangda, Barong, ataupun Ratu Gede.
Bali memang tidak bisa lepas dari
upacara keagamaan yang dilakukan masyarakatnya, sehingga menambah kemagisan
pulau ini, begitu halnya dengan upacara ngereh atau pengerehan yang lazim
dilakukan oleh masyarakat dalam rangka
menghidupkan sesuatu yang ada hubungannya dengan wahana atau petapakan Ida
Betara Rangda di Pura. Dalam ajaran Agama Hindu di Bali sarat dengan
lokal genius yang berdasarkan sastra-sastra Agama, termasuk diantaranya ngereh.
Dalam lontar Kanda Pat, ngereh atau pengerehan erat kaitannya dengan Petapakan
Ida Betara Rangda yang berupa benda yakni tapel rangda (topeng rangda).
Sedangkan ngerehan rangda sesuai dengan
Lontar Pengerehan, Kanda Pat, bahwa ngerehang rangda mempunyai kekhususan
sendiri. Sebab ini berhubungan dengan sifat magis yang dimiliki oleh rangda itu
sendiri, karena rangda merupakan simbol rajas (emosi) yang penuh dengan nafsu
untuk menguasai. Dalam lontar Calonarang, rangda artinya janda yang memiliki
nafsu tak terbendung atau kemarahan yang tak tertahankan karena dendam. Rangda
sendiri merupakan sifat manusia yang tidak pernah puas dengan apa yang dimilikinya
sehingga menyebabkan gejolak dalam diri kita sebagai manusia.
Ngereh merupakan suatu prosesi ritual mistik yang dilakukan di kuburan pada tengah
malam dan merupakan tahapan akhir dari proses sakralisasi petapakan Ida Bhatara
Rangda atau Barong Landung. Atau tahapan akhir
dari proses sakralisasi setelah memperbaiki petapakan yang lama atau rusak. Beberapa lontar yang memuat isi
tentng ngereh diantarannya adalah Lontar Canting Mas (Informasi dari Ida
Pedanda Bang Buruan pada majalah taksu, 196 th 2007), Widhi Sastra dan Ganapati
Tatwa dan lontar pengerehan. Lontar-lontar tersebut ternyata memberikan
penjelasan mengenai ngereh atau kerauhan dalam perspektif yang luas, sehingga
menimbulkan kesan bahwa ngereh hanyalah prosesi mistik yang sangat rahasia.
Disebut rahasia sebab dilakukan di
kuburan tengah malam, hal ini merupakan pengertian ngereh yang sempit yang
hidup dan berkembang dalam benak masyarakat Hindu Bali. Ngereh biasanya
berhubungan dengan Upacara Sakral berupa : Pasupati, Ngatep dan Mintonin. Ngereh
artinya memusatkan pikiran, dengan mengucapkan mantra dalam hati, sesuai dengan
tujuan yang bersangkutan. Pasupati artinya kekuatan dari Dewa Siwa. Ngatep
artinya mempertemukan dan Mintonin adalah bahasa Jawa Kuna yang artinya
menampakkan diri. Dipilihnay setra atau kuburan karena kuburan merupakan tempat
pemujaan terhadap Dewi Durga Bhirawi (Dewanya kuburan sesuai dengan Lontar
Bhairawi Tatwa), yang merupakan perwujudan dari Dewi Durga. Dalam mitologinya,
Dewa Siwa berubah wujud untuk menemui saktinya Dewi Durga (berupa rangda),
sehingga memunculkan beberapa kekuatan yang menyeramkan untuk menguasai dunia.
Inilah alasannya kenapa setra dipakai sebagai tempat ngerehang Barong Landung
atau Rangda. Karena penuh dengan kekuatan gaib atau Black Magic, sehingga
dalam ngerehang ini jika sudah mencapai puncaknya maka ia akan hidup, setelah
hidup, rangda akan memanggil anak-anak buahnya berupa leak atau makhluk
lainnya.Tengetnya setra seperti yang tercantum pada Lontar Kala Maya Tattwa.
Dalam prosesi Ngereh Petapakan Ida
Betara Rangda diperlukan tiga tingkatan upakara seperti ;
1. Prayascita dan
Mlaspas
Tujuan dari upacara ini adalah untuk
menghapuskan noda, baik yang bersifat sekala maupun niskala yang ada pada kayu
dan benda lain yang digunakan untuk pembuatan Petapakan Betara Rangda. Noda ini
dapat saja ditimbulkan oleh sangging (seni ukir) ataupun bahan itu sendiri.
Dengan Upacara Prayascitta diharapkan kayu atau bahan itu menjadi bersih dan
suci serta siap untuk diberikan kekuatan. Upakara tersebut dihaturkan kehadapan
Sang Hyang Surya, Sang Hyang Siwa dan Sang Hyang Sapujagat.
2. Ngatep dan
Pasupati,
Ngatep dan
Pasupati dapat dilakukan oleh Pemangku (orang suci) dan Sangging (seni ukir).
Dengan upacara ini terjadilah proses Utpeti (kelahiran) terhadap Petapakan
Betara Rangda. Mulai saat itu dapat difungsikan sebagai personifikasi dari roh
atau kekuatan gaib yang diharapkan oleh penyungsungnya (Pemujanya).
3. Masuci dan
Ngerehin.
Tingkat Masuci
dan Ngrehin, merupakan tingkat upacara yang terakhir dengan maksud Betara
Rangda menjadi suci, keramat dan tidak ada yang ngeletehin (menodai). Tujuan
upacara adalah untuk memasukkan kekuatan gaib dari Tuhan.
Dengan demikian diharapkan Petapakan
Betara Rangda mampu menjadi pelindung yang aktif. Upacara ini biasanya
dilakukan pada dua tempat yaitu di pura dan di kuburan. Apabila dilakukan di
kuburan yang dianggap tenget (angker), maka diperlukan tiga tengkorak manusia
yang berfungsi sebagai alas duduk bagi yang memundut (mengusung). Begitu pula
bila dilakukan di pura maka tengkorak manusia dapat diganti dengan kelapa
gading muda. Upacara ini biasanya dilakukan pada tengah malam terutama pada
hari-hari keramat seperti hari kajeng kliwon menurut kalender Bali.
“Pada hari pengerehan tersebut, juru
pundut yang kasudi (ditugaskan) atau ditunjuk dilakukan upacara sakral di Pura
Dalem. Setelah itu ngiderang (mengelilingi) gedong Pura Dalem sebanyak tiga
kali. Kemudian juru pundut tersebut menghaturkan sembah kepada Ratu Gede
Penyarikan, Mrajapati. Proses ini berlangsung sekitar jam dua puluh dua tiga
puluh menit (jam 22.30 ) malam.
Pada tengah malam sekitar jam dua puluh
tiga, tiga puluh menit (jam 23.30) malam, barulah Petapakan Ida Betara Rangda
diikuti oleh para damuh (masyarakat penyungsung) menuju ke setra (kuburan)
untuk upacara ngereh. Di sana telah disediakan banten (sesajen). Semua banten
(sesajen) tersebut diastawa (dipuja) oleh jero mangku (orang suci). Di tempat
tersebut ditancapkan sebuah sanggah cucuk (tempat sesajen dari pohon bambu)
yang berisi sesajen sakral. Sedang Ida Betara Rangda diletakkan diatas gegumuk
(gundukan tanah).
Pemundut kemudian duduk bersimpuh di
hadapan banten (sesajen) dan prerai (muka topeng) Petapakan Ida Betara Rangda.
Duduk bersimpuh dimana kedua lututnya beralaskan pala walung (tengkorak
manusia), dan satu lagi di bagian pantatnya. Mencakupkan tangan memegang
kuangen (sarana bunga), ngulengang kayun (konsentrasi) kehadapan Ida Betara
Durga. Dihadapannya diletakkan sebuah pengasepan (tempat api). Setelah itu
areal tempat ngerehan dikosongkan dari orang termasuk pemangku (orang suci).
Untuk menjadi Pengereh diperlukan
kesiapan mental, keberanian dan kebersihan pikiran dan badan serta yang paling
penting adalah lascarya (pasrah, tulus, ikhlas). Tidak boleh sesumbar atau
menambah serta melengkapi diri dengan kekuatan-kekuatan lainnya seperti :
sesabukan (Jimat kesaktian). Adanya benda-benda asing di luar kekuatan asli
yang berada di badan akan mengganggu masuknya kekuatan Ida Bhatara.
Orang yang ditugaskan ngereh duduk
berhadapan dengan Petapakan Ida Betara Randa. Lidah Petapakan Ida Betara Rangda
dilipat ke atas kepalanya. Diantara orang yang ngereh dengan Petapakan Ida
Betara Rangda itu ditempatkan upakara, yang pokok adalah getih temelung (darah
dari babi jantan) yang ditaruh pada takir (daun pisang). Pengereh bersemedi,
sedangkan rekan-rekannya yang lain berjaga-jaga di sekitar setra (kuburan).
Malampun bertambah larut ditambah dengan semua lampu harus dimatikan sehingga
suasana magis mulai terasa.
Gegodan (gangguan niskala) mulai mengetes keteguhan hati pengereh, apakah dia akan bisa bertahan dan berhasil atau malah kabur yang berarti gagal. Beberapa jenis gegodan, antara lain :
1) Semut yang mengerubuti sekujur
tubuh pengereh dan semut ini besar-besar, jika tidak tahan maka pengereh akan
menggaruk-garuk seluruh tubuhnya maka gagallah dia.
2) Nyamuk yang menggigit serta
menyengat muka sampai terasa sakit, rasa-rasanya muka akan hancur, jika tidak
tahan pengereh akan mengusap atau menepuk-menepuk mukanya dan gagallah dia.
3) Ular besar yang melintasi paha
pengereh bergerak perlahan yang terasa geli, dingin dan mengerikan. Jika
pengereh geli, ketakutan maka gagallah dia.
4) Celeng (babi) yang datang
menguntit pantat pengereh yang sedang khusuknya bersemedi jika takut dan merasa
terusik, gagallah si pengereh itu.
5) Angin semilir yang membawa Aji
sesirep, jika tidak waspada akhirnya ketiduran, gagallah dia.
6) Kokok ayam dan galang kangin
(bahasa bali) artinya suasana hari mendekati pagi diiringi dengan ayam
berkokok, jika Pengereh terpengaruh dan menghentikan semedi karena merasa hari
sudah pagi, maka gagallah dia.
7) “Bikul nyuling” (tikus
meniup seruling) menggoda, sehingga membuat si pengereh tertawa karena lucu
melihat tikus meniup seruling, maka gagallah dia.
8) “Talenan (alas untuk memotong
daging) bersama blakas (pisau besar)” yang datang dengan
bunyi….tek….tek….tek….dan akan melumat si pengereh, langsung dicincang. Kalau
sudah seperti ini si pengereh harus kabur menyelematkan diri, karena kehadiran
talenan bersama blakas ini adalah ciri kegagalan.
9) Kedengaran bunyi
gemerincing…..cring…….cring, cring,cring,cring, kalau sudah begini berarti
sudah gagallah prosesi ngereh ini, dan si pengereh tidak perlu lagi melanjutkan
dan harus secepatnya angkat kaki menyelematkan diri. Hal ini menandakan akan
hadir Banaspati Raja (Raja hantu) ancangan (anak buah) Ida Betara Bairawi yang
berkuasa di Setra (kuburan).
Mengenai 9 jenis
gegodan (gangguan) itu tidak terjadi sekaligus kesembilannya pada saat ritual
ngereh. Gangguan (gegodan) yang terjadi bisa 1 atau 2 atau 3 atau 4 dan
seterusnya tergantung situasi dan kondisi serta keberadaan si pengereh,
kelengkapan upacara dan kemungkinan penyebab lainnya.
Menurut Drs. I Made Karda, M.Si yang
juga sebagai tukang menarikan rangda pada tulisannya di majalah Taksu 169 Thun 2007 menjelaskan bahwa Ngereh lebih dekat dengan
kata kerauhan atau kesurupan, yang artinya kemasukan roh manifestasi Tuhan.
Mereka akan menggeraklan tubuhnya sesuai dengan kekuatan yang menempatinya.
Kalau
yang disampaikan diatas adalah kegagalan ngereh, maka keberhasilannnya
adalah ditandai dengan adanya gulungan api, atau
tiga bola api yang datang menghampiri kemudian masuk ke petapakan Ida Betara
Rangda. Jika sudah masuk ke Petapakan Ida Betara Rangda, ditandai dengan
menjulurnya lidah Petapakan Ida Betara Rangda yang semula diatas kepalanya
kemudian turun berjuntai mengarah ke takir (daun pisang ) yang berisi getih
temelung (darah babi jantan) dan menyedotnya sampai habis, selanjutnya si
pengereh akan kerauhan (trance) kemudian masuk ke Petapakan Ida Betara Rangda
dan ngelur (berteriak) menggelegar akhirnya tangkil (datang) ke Pura Dalem.
·
Bagaimanakah Upacara Ngeleak itu?
Kata Pengiwa
berasal dari bahasa jawa kuno; yang asal katanya kiwa dalm bahasa Jawa Kuno
yang artinya kiri; kiwan; sebelah kiri, Ngiwa = Nyalanang aji wegig
(menjalankan aliran kiri), seperti ; pengeleakan penestian, Menggal Ngiwa =
nyemak (melaksanakan) gegaen dadua (pekerjaan kiri dan kanan).Pengertian Kiwa
dan Tengen artinya ilmu hitam dan ilmu putih, Ilmu Hitam disebut juga ilmu
pengeleakan, tergolong aji wegig. Aji berarti ilmu, Wegig berarti begig yaitu
suatu sifat yang suka mengganggu orang lain. Karena sifatnya negatif, maka ilmu
itu sering disebut “ngiwa”. Ngiwa berarti melakukan perbuatan kiwa alias
kiri.Aji Penengen (Ilmu putih) sangat bertentangan dengan ilmu hitam. Ilmu
putih sebagai lawannya, yang disebut pula ilmu penangkal leak yang bisa dipakai
untuk memyembuhkan orang sakit karena diganggu leak, sebab aji usadha berhaluan
kanan, disebut haluan “tengen” berarti kanan. Ilmu putih ini mengandung ilmu
“kediatmika”.Leak Desti yang merupakan bagian dari Ilmu Pengiwa dari jaman dulu
kala sudah menjadi fenomena yang tak pernah sirna dimakan jaman, keberadaannya
dari dulu menjadi momok yang menakutkan masyarakat. Leak Desti adalah
perwujudan ilmu leak tingkat paling bawah yaitu perwujudannya bisa berbentuk
binatang. adapun nama – nama yang sangat popular adalah:
Lelakut yaitu
sejenis kadal yang besar berbadan hitam loreng-loreng, berkepala manusia
berwajah seram dan hitam, rambutnya terurai, taringnya panjang, giginya
runcing, matanya lebar dan menyala keluar api berwarna hijau, mempunyai ekor
panjang warnannya loreng hitam putih.
Bebae yaitu
sejenis binatang kambing berbulu putih mulus, mempunyai telinga panjang
menjulur kebawah sampai menyentuh tanah.
Leak Desti ini
sasarannya adalah orang-orang yang penakut sehingga kalau orang yang ketakutan
ini melihat leak Desti maka ia akan lari terbirit-birit dan bisa terjatuh dan
pada saat jatuh itulah maka Leak Desti ini akan menyerang dan akan mengisap
darah orang yang terjatuh tadi.Disamping orang yang ketakutan juga bisa disasar
anak-anak kecil terutama bayi-bayi sehingga bayi-bayi itu bisa menangis
terus-menerus dan tidak mau menyusu pada ibunya dan lama-lama sampai anak kecil
tersebut jatuh sakit. Leak Desti ini di Bali ada penangkalnya yaitu melalui
orang-orang Wiku yaitu orang yang sudah menguasai ilmu pengobatan yang disebut
ilmu Usada Bali (pengobatan tradisional Bali).“Ngereh” artinya proses perubahan
wujud dari manusia menjadi Leak. Leak desti adalah wujud siluman jahat (setan).
Desti adalah perwujudan binatang siluman manusia dalam bentuk binatang yang
aneh dan seram.
Adapun
Tehnik Ngereh Leak Desti tersebut adalah sebagai berikut : Dalam ajaran Agama
Hindu mengenal tiga Kerangka Dasar yaitu:
·
Tatwa berarti orang yang menjalankan ilmu pengeleakan
harus menyadari tentang ajarannya.
·
Etika berarti orang yang menjalankan ilmu pengeleakan
pasti akan melaksanakan mengenai tehnik-tehnik tingkah lakunya.
·
Upakara berarti orang yang menjalankan ilmu
pengeleakan sudah tentunya melaksanakan upakara-upakara seperti menghaturkan
sesajen (banten dalam bahasa bali) sebagai sarana upakara.
Sebelum Ngereh (proses perubahan wujud) menjadi Leak
Desti, orang yang menjalankan pengeleakan terlebih dahulu melaksanakan beberapa
tahapan kegiatan dengan melakukan berbagai permohonan. Adapun tahapan-tahapan
kegiatan ngereh tersebut adalah sebagai berikut :
Memasang pasirep yaitu mengeluarkan ilmu kesaktian agar
semua mahluk hidup yang ada di sekitarnya semuannya tertidur lelap.Mencari
tempat ngereh yaitu mencari tempat yang paling strategis dan aman seperti
misalnya di Kuburan, pada perempatan jalan, atau bisa di sawah yang penting
tempat tersebut sepi.Mempersiapkan upakara berupa sarana banten yang berkaitan
dengan ilmu pengeleakan.Melakukan permohonan-permohonan agar proses ngereh
dapat berlangsung sesuai dengan yang diinginkan kepada Tuhan dalam segala
bentuk menifestasinya yaitu :
·
Pertama mohon kepada yang bernama Butha Peteng
(perwujudan unsur alam gelap) untuk memagari tempatnya agar siapa yang lewat
supaya tidak melihat, dilanjutkan kemudian dengan memasang ilmu pengreres (ilmu
penakut) agar yang lewat menjadi ketakutan.
·
Kedua mohon kepada yang bernama Butha Keridan
(perwujudan unsur alam terbalik) agar pengelihatan orang bisa terbalik yaitu
yang di atas bisa terlihat di bawah.
·
Ketiga secara berturut-turut mohon kepada yang bernama
Sang Kala Jingkrak, Butha Lenga, Butha Ringkus, Butha Jengking dan terakhir mohon
kepada yang bernama sang Butha Kapiragan, agar segala permohonannya bisa
terkabul.Sang Kala Jingkrak, Butha Lenga, Butha Ringkus, Butha Jengking dan
Butha Kapiragan adalah nama-nama Butha Kala yang menguasai Ilmu
Pengleakan.
·
Keempat setelah proses permohonan selesai, dilanjutkan
dengan kegiatan muspa (sembahyang) dengan posisi badan terbalik yang
dilanjutkan dengan nengkleng (berdiri dengan kaki satu) berjalan nengkleng
mengitari "sanggah cucuk" (tempat menaruh sesajen yang terbuat dari batang
bambu), sesuai dengan tingkat ilmunya dengan posisi putaran berjalan nengkleng
kearah kiri.
Dengan melalui ngereh tersebut diatas maka orang yang
menguasai ilmu pengeleakan bisa berubah wujud sesuai tingkat ilmu pengeleakan
yang dikuasainya yaitu kalau tingkat Desti maka orang tersebut bisa berubah
wujud menjadi binatang yang aneh-aneh dan seram,setelah menguasai Ilmu Pengiwa
Leak Desti, penekun akan dengan mudah membuat sarana pengleakan yang biasa di
gunakan oleh pengikut aliran kiri ini. Sarana tersebut seperti :
·
“Pengasren” (semacam pelet), yakni sarana magis agar
orang yang bersangkutan menjadi kelihatan selalu cantik dan tampan, awet muda
dan mempunyai daya pikat yang tinggi. Dengan sarana tersebut orang akan mudah
dapat memikat lawan jenis yang dikehendakinya.
·
“Pengeger” (semacam penglaris) yang dapat menyebabkan
si pemakai menjadi laris dalam berdagang atau berusaha, dengan harapan si
pemakai menjadi semakin kaya.
·
“Pengasih-asih”, yakni sarana yang dapat membuat orang
menjadi jatuh cinta kepada orang yang menggunakan sarana tersebut. Atau dapat
pula disebut dengan sarana guna-guna. Seperti misalnya : guna lilit, guna jaran
guyang, guna tuntung tangis, dan lain-lain macamnya.
·
“Penangkeb”, yakni sarana gaib atau mistis agar orang
lain atau orang banyak menjadi tunduk. Dengan demikian orang tersebut dapat
mengendalikan, mengarahkan, menguasai, atau menyetir orang lain atau orang
banyak sesuai dengan keinginannya. Orang yang telah terkena ilmu penangkeb tak
ubahnya seperti kerbau yang dicocok hidungnya, sehingga akan menjadi penurut
sesuai perintah atau keinginan dari orang yang mengenakan ilmu penangkeb.
·
“Pepasangan”, yakni sarana yang ditanam pada tempat
tertentu oleh orang yang bisa melakukan pengiwa. Tujuannya adalah untuk
mengenai korbannya sesuai dengan yang diingini si pemasang. Dapat berupa sarana
tulang manusia yang dibungkus, atau berupa bubuk tulang yang ditaburkan pada
pekarangan rumah orang yang akan dijadikan korban. Dengan adanya pepasangan itu
menjadikan situasi rumah tersebut menjadi agak lain, agak seram, penghuninya
sakit-sakitan, sering cekcok, dan lain-lain.
·
“Sesawangan”, yakni kemampuan seseorang yang
mempraktekkan ilmu pengiwa hanya dengan membayangkan wajah atau hanya nama dari
calon korban. Sesawangan juga disebut dengan umik-umikan atau acep-acepan atau
doa-doa. Dengan kemampuan ini seseorang yang melaksanakannya dapat mencapai
korbannya, walaupun dia bersembunyi di balik dinding beton yang tebal dan kuat.
Adanya ilmu ini makanya sering kita mendengar kalimat seperti berikut :
“walaupun engkau berlindung di dalam gedong batu yang terkunci rapat, aku akan
dapat mencapaimu”. Mungkin ilmu sesawanganlah yang digunakan orang tersebut.
·
“Ilmu Cetik” (racun) merupakan cara meracun orang atau
korban. Ada cetik sekala dan ada cetik niskala. Cetik sekala diartikan bahwa
meracun dengan menggunakan sarana tertentu yang tampak nyata, seperti cetik
gringsing, cetik cadang galeng, cetik kerikan gangsa, dan lain-lain. Kemudian
cetik niskala adalah meracun korban atau orang dengan sarana yang tidak
kelihatan. Cetik ini hanya mampu dilakukan oleh orang yang memiliki ilmu Leak
yang sudah tinggi. Hanya dengan memandangi makanan atau minuman saja, maka
korbannya akan menjadi sakit seperti yang dikehendaki. Jadi boleh dibilang
cetik ini tanpa memerlukan sarana, karena tidak kelihatan.Kewisesan yang
diporolehnya kemudian disebarluaskan secara rahasia dengan menggunakan sarana
seperti mas, mirah, tembaga, kertas merajah, dan lain-lain. Ada pula dalam
bentuk bebuntilan (bungkusan kecil yang berisikan sarana tertentu). Si pemakai
pengiwa tersebut juga diberikan rerajahan ongkara sungsang (ongkara terbalik)
pada lidah, gigi, kuku, atau bagian tubuh tertentu lainnya. Atau ada pula
penggunaan pengiwa dengan jalan maled (menelan sarana yang diberikan oleh
gurunya). Sarana pengiwa tersebut dibakar sebelumnya, kemudian abunya dibungkus
dengan buah pisang mas, dan kemudian ditelan. Setelah itu didorong masuk ke
dalam tubuh dengan menggunakan tirta atau air suci. Dalam kemajuan teknologi
yang berkembang pesat saat ini ternyata di masyarakat masih mejadi trend
penggunaan alat-alat kekebalan dalam berbagai bentuk baik yang dipakai maupun
yang masuk dalam tubuhnya. Adapun fungsi dari alat tersebut untuk menambah
kepercayaan diri agar merasa lebih mampu dibandingkan dengan yang lainnya.
Harus disadari fungsi dari alat ini bagaikan pisau bermata dua. Kalau tujuanya
untuk kepentingan umum dalam hal menolong masyarakat tidak menjadi masalah.
Yang menjadi masalah adalah jika alat itu digunakan untuk pamer dan menguji
orang lain, ini yang sangat riskan. Karena setiap alat yang kita pakai memiliki
kadar tersendiri, tergantung dari sang pembuatnya. Karena ini berhubungan
dengan kekuatan niskala yang berupa panengen dan pengiwa. Atau dalam istilah
lainnya mengandung kekuatan pancaksara maupun dasaksara. Tidak sembarang orang
bisa membuat alat seperti ini apalagi memasangnya karena berhubungan dengan
pengraksa jiwa. Kalau berupa sesabukan (tali pinggang) menggunakan bahan-bahan
tersendiri, berupa biji-bijian seperti kuningan, timah, perak, bahan panca
datu. Ditambah sarana yang lainnya sebagai persyaratannya. Untuk menghidupkan
ini perlu mantra pasupati biar benda tersebut menjadi hidup. Disinilah kekuatan
penengen dan pengiwa berjalan sebagai satu kesatuan yang menjadi kekuatan panca
dhurga. Kalau sabuk pengeleakan lagi berbeda, di sini kekuatan pengiwa
murni dipakai, sehingga yang memakainya akan memasuki dunia lain, tanpa
disadari ia akan berubah secara sikap. Dan kita diolah oleh alat itu tanpa
disadari kita menjadi kehilangan kontrol. Ini yang sangat berbahaya, jika tidak
segera ditolong ia akan terjerumus, disinilah kekuatan penengen akan berjalan
sebagai penetralisir. Di sinilah perlunya kita pemahaman apa itu penengen dan
pengiwa jangan sepengal-sepenggal. Kalau yang memasukan dalam tubuh juga
hampir sama prosesnya dengan yang memakai alat, yang menjadi perbedaan adalah
kalau yang memakai alat berada di luar tubuh dan yang memasukan berada di dalam
tubuh, inipun prosesnya tidak gampang perlu orang yang tahu untuk memasangnya,
memang tubuh menjadi kebal tapi perlu proses. Tidak langsung jadi. Disinilah
kejelian seorang senior terhadap yuniornya apakah sudah siap secara mental atau
tidak. Kalau sudah siap secara mental maka akan cepat benda itu bereaksi dan
bisa dikontrol oleh dirinya sendiri, jika tidak akan sebaliknya akan
membahayakan dirinya sendiri. Karena alat-alat yang dipasang akan menjadi
energi. Di sinilah muncul keegoissan kita jika sudah merasa hebat seolah-olah
kita yang paling unggul di antara orang lain, padahal kita tahu ilmu seperti
ini sangat banyak. Pengendalian diri sangat penting untuk membawa hal yang
positif bagi kita sendiri, jangan terjebak oleh keinginan sesaat. Tapi
sebaiknya kita gunakan alat-alat itu untuk kepentingan yang lebih baik seperti
untuk jaga diri.
Untuk mendapatkan ilmu tersebut, harus mengadakan
upacara yang disebut madewasraya. Apabila ingin menggunakan pangiwa, supaya
dapat sakti dan manjur, mujarab dan digjaya, terlebih dahulu harus menyucikan
diri. Setelah itu tatkala malam diadakannya madewasraya dahulu di kayangan
pangulun setra (pura yang ada di dekat kuburan), memohon anugrah kehadapan
Hyang Nini Betari Bagawati atau Ida Betari Durga Dewi. Adapun sarananya:
·
1. Daksina 1 buah
·
2. Uang kepeng sebanyak 17.000
·
3. Ketupat 2 kelan (1 kelan = 6 biji)
·
4. Arak & brem
·
5. Ketan hitam
·
6. Canang 11 biji
·
7. Canang tubungan, burat wangi lenga wangi, nyanyah
(goreng tanpa minyak) gagringsingan, geti-getih (darah), dan biu mas (pisang
kecil yang biasanya dipakai untuk membuat canang) kemudian dipersembahkan
secara niskala. Setelah itu bersila di depan paryangan, bersemadi dan tidak
lupa dengan dupa menyan astanggi, heningkan batin. Kemudian ucapkan mantra:
“Om Ra Nini
Batari Bagawati, turun ka Bali; ana wang mangkana; aminta kasih ring Paduka
Batari, sira nunas turun ka mrecapada. Ana wang mangkana anunas kasaktian,
manusa kabeh ring Bagawati, Sang Hyang Guru turun ka mrecapada. Ana wang manusa
angawe Batara kabeh, turun ka Bali Sang Hyang Bagawati. Ana buta wilis, buta
abang, ana buta jenar, ana buta ireng, ana buta amanca warna, mawak I Kalika,
ya kautus antuk Batari Bagawati, teka welas asih ring awak sarinankune, pakulun
Paduka Bagawati. Om Mam Am Om Mam, ana Paduka Batara Guru, teka welas asih,
Bagawati manggih ring gedong kunci manik, teka welas asih ring awak sarinanku”.
Apabila sudah berhasil mendapatkan ilmu gaib tersebut,
maka ada aturan yang harus dipatuhi. Orang yang memiliki ilmu gaib tersebut
akan digjaya tidak terkalahkan, tidak bisa diungguli, dan semua akan tunduk
kepadanya. Apabila mampu merahasiakannya, maka dalam 100 kali kelahiran akan
menemui kebahagiaan dan kebebasan tertinggi. Dan bila meninggal dapat kembali
ke sorga Brahmaloka, Wisnuloka, dan Iswaraloka. Tetapi bila ketahuan, apalagi
sampai suka membicarakan, menyebarluaskan, dan tidak mampu merahasiakannya,
maka dalam 1000 kali kelahiran akan menemui hina, neraka, disoroti oleh
masyarakat, dan sudah pasti terbenam dalam kawah neraka Si Tambra Goh Muka.

c. Bagaimanakah
proses belajar Nge-Leak ?
Pada dasarnya ilmu ini sangat rumit dan rahasia sekali,
jarang seorang guru mau dengan terang-terangan memberikan ilmu ini dengan
cuma-cuma. Sebelum seorang belajar ilmu leak terlebih dahulu harus diketahui
otonan orang tersebut (hari lahir versi Bali) hal ini sangat penting, karena
kwalitas dari ilmu yang dianut bisa di ketahui dari otonanya, sang guru harus
hati-hati memberikan pelajaran ini kalau tidak murid akan celaka oleh ilmu
tersebut. Setelah diketahui barulah proses belajar di mulai, pertama-tama murid
harus mewinten Brahma widya, dalam bahasa lontar “Ngerangsukan Kawisesan”, dan
hari baik pun tentunya dipilih oleh sang guru.Tahap dasar murid diperkenalkan
dengan Aksara Wayah atau Modre. Selajutnya murid di “Rajah” (ditulis secara
spiritual) seluruh tubuh oleh sang guru, hal ini di lakukan di Kuburan pada
saat kajeng kliwon nyitan.
Selesai dari proses ini barulah sang murid sah
diajarkan oleh sang guru, ada 5 sumpah yang dilakukan di kuburan :
·
hormat dan taat dengan ajaran yang di berikan oleh
guru
·
Selalu melakukan ajapa-ajapa dan menyembah SIWA Dan
DURGA dalam bentuk ilmu kawisesan,
·
tidak boleh pamer kalau tidak kepepet, selalu
menjalankan darma,
·
tidak boleh makan daging kaki empat, tidak boleh
bersetubuh ( zina)
·
tidak boleh menyakiti atau dengan carapapun melalui
ilmu yang kita pelajari.
·
Di Bali yang namanya Rangda selalu indentik dengan
wajah seram, tapi di jawa di sebut Rondo berarti janda, inilah alasanya kenapa
dahulu para janda lebih menguasai ilmu pengeleakan ini dari pada laki-laki,
dikarenakan wanita lebih kuat nahan nafsu... Pada dasarnya kalau boleh saya
katakan ilmu ini berasal dari tanah Jawa, campuran aliran Siwa dan Budha, yang
di sebut dengan “Bajrayana”.
adapun
tingkat pelajarannya adalah:
·
Tingkat satu kita diajari bagaimana mengendalikan
·
Tingkat dua kita diajarkan Visualisasi, dalam ajaran
ini disebut "Ninggalin Sang Hyang Menget"
·
Tingkat tiga kita diajar bagaimana kita melindungi
diri dengan tingkah laku yang halus serta tanpa emosi dan dendam, di ajaran ini
di sebut "Pengraksa Jiwa”.
·
Tingkat empat kita di ajar kombinasi antara gerak
pikiran dengan gerak tubuh, dalam bahasa yoga disebut Mudra. mudra ini berupa
tarian jiwa akhirnya orang yang melihat atau yang nonton di bilang
"Nengkleng” (berdiri dengan kaki satu). Mudra yang kita pelajari persis
seperti tarian siwa nata raja. Tingkat empat barulah kita diajar Meditasi,
dalam ajaran pengeleakan disebut "Ngeregep”, yaitu duduk bersila tangan
disilangkan di depan dada sambil mengatur pernafasan sehingga pikiran kita
tenang atau “Ngereh” dan “Ngelekas”.
·
Tingakat lima kita di ajarkan bagaimana melepas roh (
Mulih Sang Hyang Atma ring Bayu, Sabda lan Idep) melalui kekluatan pikiran dan
batin dalam bahasa sekarang disebut Levitasi, berada di luar badan. Pada saat
levitasi kita memang melihat badan kita terbujur kaku tanpa daya namun kesadaran
kita sudah pindah ke badan halus, dan di sinilah orang disebut berhasil dalam
ilmu leak tersebut, namun..ini cukup berbahaya kalau tidak waspada dan kuat
iman serta mental kita akan keliru, bahkan kita bisa tersesat di alam gaib.
Makanya kalau sampai tersesat dan lama bisa mati, ini disebut “mati suri”, maka
Bhagawadgita benar sekali, (apapun yang kamu ingat pada saat kematian ke
sanalah kamu sampai... dan apapun yang kamu pikirkan begitulah jadinya)
Tentu dalam
pelajaran2 ini sudah pasti dibutuhkan ketekunan, puasa, berbuat baik, sebab
ilmu ini tidak akan berhasil bilamana dalam pikiran menyimpan perasaan dendam,
apalagi kita belajar ilmu ini untuk tujuan tidak baik saya yakin tidak akan
mencapai tujuannya. Kendati demikian godaan selalu akan datang seperti, nafsu
sek meningkat, ini alasanya kenapa tidak boleh makan daging kaki empat, dan
kita diajurkan tidur di atas jam 12 malam agar konisi agak lemah sehingga nafsu
seks berkurang. Dan tengah malam tepat jam 12 kita diwajibkan untuk meditasi
sambil mencoba melepas roh dalam dunia leak sama seperti perkumpulan spiritual,
pada hari-hari tertentu pada umumnya KAJENG KLIWON, kaum leak mengadakan “puja
bakti” bersama memuja SIWA, DURGA, BERAWI, biasanya di pura dalem atau di
Kuburan (pura Prajapti) dalam bentuk NDIHAN, bukan kera, anjing, dan lain-lain.
Jadi
demikian semeton yang bisa saya sampaikan, mudah mudahan tulisan ini menambah
wawasan di bidang ilmu leak sehingga besok-besok kita tidak ikut-ikutanan
mengatakan LEAK itu jahat YA SAKTI SANG SAJANA DARMA RAKSAKA, orang yang
bijaksana pasti berpegang teguh pada dharma, dan orang yang berpegang darma
sudah pasti bijaksana.
d.
Tingkatan
Leak Dalam Agama Hindu
Ilmu leak
ini bisa dipelajari dari lontar-lontar yang memuat serangkaian ilmu
pengeleakan, antara lain; “Cabraberag, Sampian Emas, Tangting Mas, Jung Biru”.
Lontar - lontar tersebut ditulis pada zaman Erlangga, yaitu pada masa
Calonarang masih hidup. Pada Jaman Raja Udayana yang berkuasa di Bali pada abab
ke 16, saat I Gede Basur masih hidup yaitu pernah menulis buku lontar
Pengeleakan dua buah yaitu “Lontar Durga Bhairawi” dan “Lontar Ratuning
Kawisesan”. Lontar ini memuat tentang tehnik-tehnik Ngereh Leak Desti.
Selain itu
lontar yang bisa dipakai refrensi diantaranya; “Lontar Tantra Bhairawa, Kanda Pat
dan Siwa Tantra”.
Leak
mempunyai keterbatasan tergantung dari tingkatan rohani yang dipelajari. Ada
tujuh tingkatan leak.
Leak barak (brahma). Leak ini baru
bisa mengeluarkan cahaya merah api.
Leak bulan, Leak pemamoran, Leak
bunga, Leak sari, Leak cemeng rangdu, Leak siwa klakah. Leak siwa klakah inilah
yang tertinggi. Sebab dari ketujuh cakranya mengeluarkan cahaya yang sesuai
dengan kehendak batinnya.
Di samping
itu, ada tingkatan yang mungkin digolongkan tingkat tinggi seperti Calon Arang,
Pengiwa Mpu Beradah, Surya Gading, Brahma Kaya, I Wangkas Candi api, Garuda Mas,
Ratna Pajajaran, I Sewer Mas, Baligodawa, Surya Mas, Sanghyang Aji Rimrim.
Dalam
gegelaran Sanghyang Aji Rimrim, memang dikatakan segala Leak kabeh anembah
maring Sang Hyang Aji Rimrim, Aji Rimrim juga berbentuk Rerajahan. Bila dirajah
pada kayu Sentigi dapat dipakai penjaga (pengijeng) pekarangan dan rumah,
palanya sarwa bhuta-bhuti muang sarwa Leak kabeh jerih.
Disamping
itu, ada sumber yang mengatakan ilmu leak mempunyai tingkatan. Tingkatan leak
paling tinggi menjadi bade (menara pengusung jenasah), di bawahnya menjadi
garuda, dan lebih bawah lagi binatang-binatang lain, seperti monyet, anjing
ayam putih, kambing, babi betina dan lain-lain. selain itu juga dikenal nama I
Pudak Setegal (yang terkenal cantik dan bau harumnya), I Garuda Bulu Emas, I
Jaka Punggul dan I Pitik Bengil (anak ayam yang dalam keadaan basah kuyup).
Dari sekian macam ilmu Pengleakan,
ada beberapa yang sering disebut seperti
Bajra Kalika
yang mempunyai sisya sebanyak seratus orang,
Aras Ijomaya
yang mempunyai prasanak atau anak buah sebanyak seribu enam ratus orang. Di
antaranya adalah I Geruda Putih, I Geringsing, I Bintang Sumambang, I Suda
Mala, Pudak Setegal, Belegod Dawa, Jaka Tua, I Pering, Ratna Pajajaran, Sampaian
Emas, Kebo Komala, I Misawedana, Weksirsa, I Capur Tala, I Anggrek, I Kebo
Wangsul, dan I Cambra Berag. Disebutkan pula bahwa ada sekurang-kurangnya empat
ilmu bebai yakni I Jayasatru, I Ingo, Nyoman Numit, dan Ketut Belog.
Masing-masing bebai mempunyai teman sebanyak 27 orang. Jadi secara keseluruhan
apabila dihitung maka akan ada sebanyak 108 macam bebai.
Di lain
pihak ada pula disebutkan bermacam-macam ilmu pengLeakan seperti :
Aji Calon
Arang, Ageni Worocana, Brahma Maya Murti, Cambra Berag, Desti Angker, Kereb
Akasa, Geni Sabuana, Gringsing Wayang, I Tumpang Wredha, Maduri Geges, Pudak
Setegal, Pengiwa Swanda, Pangenduh, Pasinglar, Pengembak Jalan, Pemungkah
Pertiwi, Penyusup Bayu, Pasupati Rencanam, Rambut Sepetik, Rudra Murti , Ratna
Geni Sudamala, Ratu Sumedang, Siwa Wijaya, Surya Tiga Murti, Surya Sumedang,
Weda Sulambang Geni, keputusan Rejuna, Keputusan Ibangkung buang, Keputusan
tungtung tangis, keputusan Kreta Kunda wijaya, Keputusan Sanghyang Dharma, Sang
Hyang Sumedang, Sang Hyang Surya Siwa, Sang Hyang Geni Sara, Sang Hyang Aji
Kretket, Sang Hyang Siwer Mas, Sang Hyang Sara Sija Maya Hireng, dan lain-lain
yang tidak diketahui tingkatannya yang mana lebih tinggi dan yang mana lebih
rendah.Hanya mereka yang mempraktekkan ilmu-ilmu tersebut yang mengetahuinya.
Tingkatan
Leak pun sebenarnya sangat banyak. Namun karena suatu kerahasiaan yang tinggi,
jadinya tidak banyak orang yang mengetahui. Mungkin hanya sebagian kecil saja
dari nama-nama tingkatan tersebut sering terdengar, karena semua ini adalah
sangat rahasia. Dan tingkatan-tingkatan yang disampaikan pun kadangkala antara
satu perguruan dengan perguruan yang lainnya berbeda. Demikian pula dengan
penamaan dari masing-masing tingkatan ada suatu perbedaan. Namun sekali lagi,
semuanya tidak jelas betul, karena sifatnya sangat rahasia, karena memang
begitulah hukumnya.
Setiap
tingkat mempunyai kekuatan tertentu. Di sinilah penganut leak sering kecele,
ketika emosinya labil. Ilmu tersebut bisa membabi buta atau bumerang bagi
dirinya sendiri. Hal inilah membuat rusaknya nama perguruan. Sama halnya
seperti pistol, salah pakai berbahaya. Makanya, kestabilan emosi sangat
penting, dan disini sang guru sangat ketat sekali dalam memberikan pelajaran.
Selama ini
leak dijadikan kambing hitam sebagai biang ketakutan serta sumber penyakit,
atau aji ugig bagi sebagian orang. Padahal ada aliran yang memang spesial
mempelajari ilmu hitam disebut penestian. Ilmu ini memang dirancang bagaimana
membikin celaka, sakit, dengan kekuatan batin hitam. Ada pun caranya adalah
dengan memancing kesalahan orang lain sehingga emosi. Setelah emosi barulah dia
bereaksi.
Emosi itu
dijadikan pukulan balik bagi penestian. Ajaran penestian menggunakan
ajian-ajian tertentu, seperti aji gni salembang, aji dungkul, aji sirep, aji penangkeb,
aji pengenduh, aji teluh teranjana. Ini disebut pengiwa (tangan kiri). Kenapa
tangan kiri, sebab setiap menarik kekuatan selalu memasukan energi dari belahan
badan kiri.
Pengwia
banyak menggunakan rajah-rajah ( tulisan mistik) juga dia pintar membuat sakit
dari jarak jauh, dan “dijamin tidak bisa dirontgen dan di lab” dan yang paling
canggih adalah cetik ( racun mistik). Dan aliran ini bertentangan dengan
pengeleakan, apabila perang beginilah bunyi mantranya, "ong siwa gandu
angimpus leak, siwa sumedang anundung leak, mapan aku mapawakan ……….."
Yang paling
canggih adalah cetik (racun mistik). Aliran ini bertentangan dengan
pengeleakan. Apabila perang, beginilah bunyi mantranya; ong siwa gandu angimpus
leak, siwa sumedang anundung leak, mapan aku mapawakan segara gni………..…
Ilmu Leak
ini sampai saat ini masih berkembang karena pewarisnya masih ada, sebagai
pelestarian budaya Hindu di Bali dan apabila ingin menyaksikan leak ngendih
datanglah pada hari Kajeng Kliwon Enjitan di Kuburan pada saat tengah malam.

NGEREH
DAN NGELEAK RITUAL MAGIS
DALAM
AGAMA HINDU

Oleh:
Kelompok Agama Hindu Kelas C/II :
·
Ni Putu
Indah Karunia Dewi 1311031062
·
Kadek
Somarasih 1311031022
·
Ni
Nyoman Sri Tri Nadi 1311031016
·
I Gusti
Ayu Priyanitha Prawini 1311031028
PENDIDIKAN GURU
SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
2014
1.
Apa
itu Ngereh dan Ngeleak?
Ngereh” artinya proses perubahan wujud dari manusia menjadi Leak. Leak
desti adalah wujud siluman jahat (setan). Desti adalah perwujudan binatang
siluman manusia dalam bentuk binatang yang aneh dan seram.Ngereh
merupakan suatu prosesi ritual mistik yang
dilakukan di kuburan pada tengah malam dan merupakan tahapan akhir dari proses
sakralisasi petapakan Ida Bhatara Rangda atau Barong Landung.
Beberapa lontar yang memuat isi tentng ngereh diantarannya adalah Lontar
Canting Mas (Informasi dari Ida Pedanda Bang Buruan pada majalah taksu, 196 th
2007), Widhi Sastra dan Ganapati Tatwa dan lontar pengerehan. Upacara ini
biasanya dilakukan pada dua tempat yaitu di pura dan di kuburan. Apabila
dilakukan di kuburan yang dianggap tenget (angker), maka diperlukan tiga
tengkorak manusia yang berfungsi sebagai alas duduk bagi yang memundut (mengusung).
Begitu pula bila dilakukan di pura maka tengkorak manusia dapat diganti dengan
kelapa gading muda. Untuk menjadi Pengereh diperlukan kesiapan mental,
keberanian dan kebersihan pikiran dan badan serta yang paling penting adalah
lascarya (pasrah, tulus, ikhlas). Gegodan (gangguan niskala) mulai mengetes
keteguhan hati pengereh, apakah dia akan bisa bertahan dan berhasil atau malah
kabur yang berarti gagal. maka keberhasilannnya adalah ditandai dengan adanya
gulungan api, atau tiga bola api yang datang
menghampiri kemudian masuk ke petapakan Ida Betara Rangda.
Leak
merupakan suatu ilmu kuno yang diwariskan oleh leluhur Hindu di Bali. Kata leak
sudah mendarah daging di benak masyarakat hindu di Bali atau asal Bali yang
tinggal di perantauan sebab kata-kata ini sangat sering kita dengar dan membuat
bulu kuduk merinding atau hanya sekedar ga berani keluar malam gara-gara kata
“leak" ini.Begitu juga keributan sering terjadi antar tetangga gara-gara
seorang nenek di sebelah rumah di tuduh bisa ngeleak. Bahkan bayi menangis
tengah malam, yang mungkin kedinginan atau perut kembung yang tidak di ketahui
oleh ibunya, juga tuduhannya pasti “amah leak” apalagi kalau yang bilang balian
sakti (paranormal).Asumsi kita tentang leak paling-paling rambut putih dan panjang,
gigi bertaring, mata melotot, dan identik dengan wajah seram. Hal inilah yang
membuat kita semakin tajam mengkritik leak dengan segala sumpah serapah, atau
hanya sekedar berpaling muka bila ketemu dengan orang yang bisa ngeleak.Secara
umum leak itu tidak menyakiti, leak itu proses ilmu yang cukup bagus bagi yang
berminat. Karena ilmu leak juga mempunyai etika-etika tersendiri. Yang
menyakiti itu ilmu teluh atau nerangjana, inilah ilmu yang bersifat negatif,
khusus untuk menyakiti orang karena beberapa hal seperti balas dendam, iri
hati, ingin lebih unggul, ilmu inilah yang disebut pengiwa. Ilmu pengiwa inilah
yang banyak berkembang di kalangan masyarakat seringkali dicap sebagai ilmu
leak.Tidak gampang mempelajari ilmu leak. Dibutuhkan kemampuan yang prima untuk
mempelajari ilmu leak. Dulu ilmu leak tidak sembarangan orang mempelajari,
karena ilmu leak merupakan ilmu yang cukup rahasia sebagai pertahanan serangan
dari musuh. Orang Bali Kuno yang mempelajari ilmu ini adalah para
petinggi-petinggi raja disertai dengan bawahannya. Tujuannya untuk sebagai ilmu
pertahanan dari musuh terutama serangan dari luar. Orang-orang yang mempelajari
ilmu ini memilih tempat yang cukup rahasia, karena ilmu leak ini memang
rahasia. Jadi tidak sembarangan orang yang mempelajari. Namun zaman telah
berubah otomatis ilmu ini juga mengalami perubahan sesuai dengan zamannya.
Namun esensinya sama dalam penerapan.Pada dasarnya ilmu leak adalah “ilmu
kerohanian yang bertujuan untuk
mencari
pencerahan lewat aksara suci”.Dalam aksara Bali tidak ada yang disebut dengan
leak, yang ada adalah “Lia Ak yang berarti lima aksara (memasukkan dan
mengeluarkan kekuatan aksara dalam tubuh melalui tata cara tertentu). Kekuatan
aksara ini disebut “Panca Gni Aksara”, siapapun manusia yang mempelajari
kerohanian merek apapun apabila mencapai puncaknya dia pasti akan mengeluarkan
cahaya (aura).Cahaya ini bisa keluar melalui lima pintu indra tubuh; telinga,
mata, mulut, ubun-ubun, serta kemaluan. Pada umumya cahaya itu keluar lewat
mata dan mulut, sehingga apabila kita melihat orang ngelekas di kuburan atau
tempat sepi, api seolah-olah membakar rambut orang tersebut.Orang yang
kebetulan melihatnya tidak perlu waswas. Bersikap sewajarnya saja. Kalau takut
melihat, ucapkanlah nama nama Tuhan. Endih ini tidak menyebabkan panas. Dan
endih tidak bisa dipakai untuk memasak karena sifatnya beda. Endih leak
bersifat niskala, tidak bisa dijamah.Pada prinsipnya ilmu leak tidak
mempelajari bagaimana cara menyakiti seseorang, yang di pelajari adalah
bagaimana dia mendapatkan sensasi ketika bermeditasi dalam perenungan aksara
tersebut. Ketika sensasi itu datang, maka orang itu bisa jalan-jalan keluar
tubuhnya melalui “ngelekas” atau ngerogo sukmo. kata “Ngelekas” artinya
kontraksi batin agar badan astral kita bisa keluar, ini pula alasannya orang
ngeleak apabila sedang mempersiapkan puja batinnya di sebut “angeregep
pengelekasan”.Sampai di sini roh kita bisa jalan-jalan dalam bentuk cahaya yang
umum disebut “ndihan” bola cahaya melesat dengan cepat. Ndihan adalah bagian
dari badan astral manusia yang tidak dibatasi oleh ruang dan waktu dan pelaku
bisa menikmati keindahan malam dalam dimensi batin yang lain.dalam dunia
pengeleakan ada kode etiknya,tidak sembarangan berani/boleh keluar dari tubuh
kasar kalau tidak ada kepentingan mendesak, sehingga tidak semua orang bisa
melihat ndihan.tidak boleh masuk atau dekat dengan orang mati, orang ngeleak
hanya main2 di kuburan (pemuhunan) apabila ada mayat baru, anggota leak wajib
datang ke kuburan untuk memberikan doa agar rohnya mendapat tempat yang baik
sesuai karmanya, begini bunyi doanya leak memberikan berkat, "ong, gni
brahma anglebur panca maha butha, anglukat sarining merta, mulihankene kite
ring betara guru, tumitis kita dadi manusia mahutama, ong rang sah, prete namah.."
sambil membawa kelapa gading untuk dipercikkan sebagai tirta.
mencari
pencerahan lewat aksara suci”.Dalam aksara Bali tidak ada yang disebut dengan
leak, yang ada adalah “Lia Ak yang berarti lima aksara (memasukkan dan
mengeluarkan kekuatan aksara dalam tubuh melalui tata cara tertentu). Kekuatan
aksara ini disebut “Panca Gni Aksara”, siapapun manusia yang mempelajari
kerohanian merek apapun apabila mencapai puncaknya dia pasti akan mengeluarkan
cahaya (aura).Cahaya ini bisa keluar melalui lima pintu indra tubuh; telinga,
mata, mulut, ubun-ubun, serta kemaluan. Pada umumya cahaya itu keluar lewat
mata dan mulut, sehingga apabila kita melihat orang ngelekas di kuburan atau
tempat sepi, api seolah-olah membakar rambut orang tersebut.Orang yang
kebetulan melihatnya tidak perlu waswas. Bersikap sewajarnya saja. Kalau takut
melihat, ucapkanlah nama nama Tuhan. Endih ini tidak menyebabkan panas. Dan
endih tidak bisa dipakai untuk memasak karena sifatnya beda. Endih leak
bersifat niskala, tidak bisa dijamah.Pada prinsipnya ilmu leak tidak
mempelajari bagaimana cara menyakiti seseorang, yang di pelajari adalah
bagaimana dia mendapatkan sensasi ketika bermeditasi dalam perenungan aksara
tersebut. Ketika sensasi itu datang, maka orang itu bisa jalan-jalan keluar
tubuhnya melalui “ngelekas” atau ngerogo sukmo. kata “Ngelekas” artinya
kontraksi batin agar badan astral kita bisa keluar, ini pula alasannya orang
ngeleak apabila sedang mempersiapkan puja batinnya di sebut “angeregep
pengelekasan”.Sampai di sini roh kita bisa jalan-jalan dalam bentuk cahaya yang
umum disebut “ndihan” bola cahaya melesat dengan cepat. Ndihan adalah bagian
dari badan astral manusia yang tidak dibatasi oleh ruang dan waktu dan pelaku
bisa menikmati keindahan malam dalam dimensi batin yang lain.dalam dunia
pengeleakan ada kode etiknya,tidak sembarangan berani/boleh keluar dari tubuh
kasar kalau tidak ada kepentingan mendesak, sehingga tidak semua orang bisa
melihat ndihan.tidak boleh masuk atau dekat dengan orang mati, orang ngeleak
hanya main2 di kuburan (pemuhunan) apabila ada mayat baru, anggota leak wajib
datang ke kuburan untuk memberikan doa agar rohnya mendapat tempat yang baik
sesuai karmanya, begini bunyi doanya leak memberikan berkat, "ong, gni
brahma anglebur panca maha butha, anglukat sarining merta, mulihankene kite
ring betara guru, tumitis kita dadi manusia mahutama, ong rang sah, prete namah.."
sambil membawa kelapa gading untuk dipercikkan sebagai tirta.
Ditinjau
dari sumber ilmunya ada 2 jenis ilmu leak:
Leak
Panugerahan adalah kemampuan spiritual yang diberikan oleh Tuhan
sebagai gift (hadiah lahir) karena yang bersangkutan memiliki karma yang sangat
baik dalam kehidupan sebelumnya. Orang yg menguasai Leak Panganugerahan mampu
menghidupkan sinar Tuhan dlm tubuhnya yg diistilahkan dgn “api” dan mampu
memadamkannya dengan unsur-unsur cair yg ada dalam tubuhnya juga. Biasanya
unsur-unsur cair ini akan keluar dalam bentuk ludah/air liur/dahak. Dia juga
mampu menyatukan unsur bhuana alit (tubuh manusia) dgn bhuana agung (alam semesta).
Dengan demikian yang mampu menguasai
semua makhluk-mahluk halus (jin, setan,dll) yg ada di dalam tubuh manusia dan
di alam semesta dalam genggamannya. dan sekali yang menerima anugrah tersebut
melanggar aturan atau berbuat diluar kebajikan, maka semua ilmunya akan sirna
dan hidupnya pasti menderita. Sehingga apapun yang akan dilakukannya berkaitan
dengan ilmu leak, selalu minta ijin terlebih dahulu dari Sesuhunannya atau
paling tidak mengadakan pemberitahuan (matur piuning).
Leak
Papalajahan adalah kemampuan yg didapat dengan cara belajar baik
dengan meditasi, tapa semadhi atau yoga atau belajar dari guru. orang yg
menguasai Leak Papalajahan hanya mampu menghidupkan api saja tanpa mampu
memadamkannya. Dia juga tdk mampu menguasai makhluk-mahluk halus yg ada di alam
semesta dalam dirinya, tapi bisa memerintahkan mereka dgn jalan memberikan
seperangkat sesajen tertentu utk menyenangkan makhluk-makhluk halus, karena
sesajensesajen ini adalah makanan buat mereka.Dalam sebuah tayangan episode
televisi ada seorang praktisi leak yang mencoba menghapus kesan buruk ilmu leak
dengan menayangkan prosesi nglekas. Dinyatakan di sana bahwa kru televisi dari
luar Bali pada ketakutan dan menjauh dari sang praktisi karena melihat
perubahan wujud menjadi sangat menyeramkan. Padahal dari rekaman video
perubahan wujud itu tidak tampak sama sekali. Hanya dari beberapa bagian tubuh
sang praktisi mengeluarkan cahaya terang, terutama mulut dan ubun-ubun,
sedangkan dari telapak tangan keluar asap putih. Itu bedanya mata manusia yang
memiliki sukma dan mata teknologi (kamera).
·
Bagaimanakah
upacara ngereh itu?
Banyak upacara agama yang dilakukan oleh
umat Hindu di Bali. Salah satu upacara agama yang dilaksanakan adalah upacara
ngereh atau pengerehan yang lazim dilakukan oleh masyarakat dalam rangka
menghidupkan sesuatu yang ada hubungannya dengan wahana atau petapakan Ida
Betara Rangda di Pura. Dalam ajaran Agama Hindu di Bali sarat dengan lokal
genius yang berdasarkan sastra-sastra Agama, termasuk diantaranya ngereh.
Upacara ngereh ini tidak dapat dinikmati dalam setiap waktunya, namun upacara
ini hanya diadakan apabila dilakukan perbaikan terhadap tapel (topeng) ataupun
mengganti tapel (topeng) dengan yang baru.
Banyak orang yang tidak memahami arti
dari upacara ngereh yang dilaksanakan. Tidak jarang umat yang berasal dari
agama lain akan mengnggap upacara ngereh yang dilakukan adalah upacara yang
seram. Banyaknya salah presepsi terhadap upacara ngereh ini, terkadang membuat
banyak umat lain yang mencemooh. Ngereh sebenarnya bukanlah hal yang aneh
ataupun seram. Ngereh dilaksanakan jika ada hubungannya dengan membuat ataupun
memperbaiki tapel (topeng) Ida Bhatara Rangda, Barong, ataupun Ratu Gede.
Bali memang tidak bisa lepas dari
upacara keagamaan yang dilakukan masyarakatnya, sehingga menambah kemagisan
pulau ini, begitu halnya dengan upacara ngereh atau pengerehan yang lazim
dilakukan oleh masyarakat dalam rangka
menghidupkan sesuatu yang ada hubungannya dengan wahana atau petapakan Ida
Betara Rangda di Pura. Dalam ajaran Agama Hindu di Bali sarat dengan
lokal genius yang berdasarkan sastra-sastra Agama, termasuk diantaranya ngereh.
Dalam lontar Kanda Pat, ngereh atau pengerehan erat kaitannya dengan Petapakan
Ida Betara Rangda yang berupa benda yakni tapel rangda (topeng rangda).
Sedangkan ngerehan rangda sesuai dengan
Lontar Pengerehan, Kanda Pat, bahwa ngerehang rangda mempunyai kekhususan
sendiri. Sebab ini berhubungan dengan sifat magis yang dimiliki oleh rangda itu
sendiri, karena rangda merupakan simbol rajas (emosi) yang penuh dengan nafsu
untuk menguasai. Dalam lontar Calonarang, rangda artinya janda yang memiliki
nafsu tak terbendung atau kemarahan yang tak tertahankan karena dendam. Rangda
sendiri merupakan sifat manusia yang tidak pernah puas dengan apa yang dimilikinya
sehingga menyebabkan gejolak dalam diri kita sebagai manusia.
Ngereh merupakan suatu prosesi ritual mistik yang dilakukan di kuburan pada tengah
malam dan merupakan tahapan akhir dari proses sakralisasi petapakan Ida Bhatara
Rangda atau Barong Landung. Atau tahapan akhir
dari proses sakralisasi setelah memperbaiki petapakan yang lama atau rusak. Beberapa lontar yang memuat isi
tentng ngereh diantarannya adalah Lontar Canting Mas (Informasi dari Ida
Pedanda Bang Buruan pada majalah taksu, 196 th 2007), Widhi Sastra dan Ganapati
Tatwa dan lontar pengerehan. Lontar-lontar tersebut ternyata memberikan
penjelasan mengenai ngereh atau kerauhan dalam perspektif yang luas, sehingga
menimbulkan kesan bahwa ngereh hanyalah prosesi mistik yang sangat rahasia.
Disebut rahasia sebab dilakukan di
kuburan tengah malam, hal ini merupakan pengertian ngereh yang sempit yang
hidup dan berkembang dalam benak masyarakat Hindu Bali. Ngereh biasanya
berhubungan dengan Upacara Sakral berupa : Pasupati, Ngatep dan Mintonin. Ngereh
artinya memusatkan pikiran, dengan mengucapkan mantra dalam hati, sesuai dengan
tujuan yang bersangkutan. Pasupati artinya kekuatan dari Dewa Siwa. Ngatep
artinya mempertemukan dan Mintonin adalah bahasa Jawa Kuna yang artinya
menampakkan diri. Dipilihnay setra atau kuburan karena kuburan merupakan tempat
pemujaan terhadap Dewi Durga Bhirawi (Dewanya kuburan sesuai dengan Lontar
Bhairawi Tatwa), yang merupakan perwujudan dari Dewi Durga. Dalam mitologinya,
Dewa Siwa berubah wujud untuk menemui saktinya Dewi Durga (berupa rangda),
sehingga memunculkan beberapa kekuatan yang menyeramkan untuk menguasai dunia.
Inilah alasannya kenapa setra dipakai sebagai tempat ngerehang Barong Landung
atau Rangda. Karena penuh dengan kekuatan gaib atau Black Magic, sehingga
dalam ngerehang ini jika sudah mencapai puncaknya maka ia akan hidup, setelah
hidup, rangda akan memanggil anak-anak buahnya berupa leak atau makhluk
lainnya.Tengetnya setra seperti yang tercantum pada Lontar Kala Maya Tattwa.
Dalam prosesi Ngereh Petapakan Ida
Betara Rangda diperlukan tiga tingkatan upakara seperti ;
1. Prayascita dan
Mlaspas
Tujuan dari upacara ini adalah untuk
menghapuskan noda, baik yang bersifat sekala maupun niskala yang ada pada kayu
dan benda lain yang digunakan untuk pembuatan Petapakan Betara Rangda. Noda ini
dapat saja ditimbulkan oleh sangging (seni ukir) ataupun bahan itu sendiri.
Dengan Upacara Prayascitta diharapkan kayu atau bahan itu menjadi bersih dan
suci serta siap untuk diberikan kekuatan. Upakara tersebut dihaturkan kehadapan
Sang Hyang Surya, Sang Hyang Siwa dan Sang Hyang Sapujagat.
2. Ngatep dan
Pasupati,
Ngatep dan
Pasupati dapat dilakukan oleh Pemangku (orang suci) dan Sangging (seni ukir).
Dengan upacara ini terjadilah proses Utpeti (kelahiran) terhadap Petapakan
Betara Rangda. Mulai saat itu dapat difungsikan sebagai personifikasi dari roh
atau kekuatan gaib yang diharapkan oleh penyungsungnya (Pemujanya).
3. Masuci dan
Ngerehin.
Tingkat Masuci
dan Ngrehin, merupakan tingkat upacara yang terakhir dengan maksud Betara
Rangda menjadi suci, keramat dan tidak ada yang ngeletehin (menodai). Tujuan
upacara adalah untuk memasukkan kekuatan gaib dari Tuhan.
Dengan demikian diharapkan Petapakan
Betara Rangda mampu menjadi pelindung yang aktif. Upacara ini biasanya
dilakukan pada dua tempat yaitu di pura dan di kuburan. Apabila dilakukan di
kuburan yang dianggap tenget (angker), maka diperlukan tiga tengkorak manusia
yang berfungsi sebagai alas duduk bagi yang memundut (mengusung). Begitu pula
bila dilakukan di pura maka tengkorak manusia dapat diganti dengan kelapa
gading muda. Upacara ini biasanya dilakukan pada tengah malam terutama pada
hari-hari keramat seperti hari kajeng kliwon menurut kalender Bali.
“Pada hari pengerehan tersebut, juru
pundut yang kasudi (ditugaskan) atau ditunjuk dilakukan upacara sakral di Pura
Dalem. Setelah itu ngiderang (mengelilingi) gedong Pura Dalem sebanyak tiga
kali. Kemudian juru pundut tersebut menghaturkan sembah kepada Ratu Gede
Penyarikan, Mrajapati. Proses ini berlangsung sekitar jam dua puluh dua tiga
puluh menit (jam 22.30 ) malam.
Pada tengah malam sekitar jam dua puluh
tiga, tiga puluh menit (jam 23.30) malam, barulah Petapakan Ida Betara Rangda
diikuti oleh para damuh (masyarakat penyungsung) menuju ke setra (kuburan)
untuk upacara ngereh. Di sana telah disediakan banten (sesajen). Semua banten
(sesajen) tersebut diastawa (dipuja) oleh jero mangku (orang suci). Di tempat
tersebut ditancapkan sebuah sanggah cucuk (tempat sesajen dari pohon bambu)
yang berisi sesajen sakral. Sedang Ida Betara Rangda diletakkan diatas gegumuk
(gundukan tanah).
Pemundut kemudian duduk bersimpuh di
hadapan banten (sesajen) dan prerai (muka topeng) Petapakan Ida Betara Rangda.
Duduk bersimpuh dimana kedua lututnya beralaskan pala walung (tengkorak
manusia), dan satu lagi di bagian pantatnya. Mencakupkan tangan memegang
kuangen (sarana bunga), ngulengang kayun (konsentrasi) kehadapan Ida Betara
Durga. Dihadapannya diletakkan sebuah pengasepan (tempat api). Setelah itu
areal tempat ngerehan dikosongkan dari orang termasuk pemangku (orang suci).
Untuk menjadi Pengereh diperlukan
kesiapan mental, keberanian dan kebersihan pikiran dan badan serta yang paling
penting adalah lascarya (pasrah, tulus, ikhlas). Tidak boleh sesumbar atau
menambah serta melengkapi diri dengan kekuatan-kekuatan lainnya seperti :
sesabukan (Jimat kesaktian). Adanya benda-benda asing di luar kekuatan asli
yang berada di badan akan mengganggu masuknya kekuatan Ida Bhatara.
Orang yang ditugaskan ngereh duduk
berhadapan dengan Petapakan Ida Betara Randa. Lidah Petapakan Ida Betara Rangda
dilipat ke atas kepalanya. Diantara orang yang ngereh dengan Petapakan Ida
Betara Rangda itu ditempatkan upakara, yang pokok adalah getih temelung (darah
dari babi jantan) yang ditaruh pada takir (daun pisang). Pengereh bersemedi,
sedangkan rekan-rekannya yang lain berjaga-jaga di sekitar setra (kuburan).
Malampun bertambah larut ditambah dengan semua lampu harus dimatikan sehingga
suasana magis mulai terasa.
Gegodan (gangguan niskala) mulai mengetes keteguhan hati pengereh, apakah dia akan bisa bertahan dan berhasil atau malah kabur yang berarti gagal. Beberapa jenis gegodan, antara lain :
1) Semut yang mengerubuti sekujur
tubuh pengereh dan semut ini besar-besar, jika tidak tahan maka pengereh akan
menggaruk-garuk seluruh tubuhnya maka gagallah dia.
2) Nyamuk yang menggigit serta
menyengat muka sampai terasa sakit, rasa-rasanya muka akan hancur, jika tidak
tahan pengereh akan mengusap atau menepuk-menepuk mukanya dan gagallah dia.
3) Ular besar yang melintasi paha
pengereh bergerak perlahan yang terasa geli, dingin dan mengerikan. Jika
pengereh geli, ketakutan maka gagallah dia.
4) Celeng (babi) yang datang
menguntit pantat pengereh yang sedang khusuknya bersemedi jika takut dan merasa
terusik, gagallah si pengereh itu.
5) Angin semilir yang membawa Aji
sesirep, jika tidak waspada akhirnya ketiduran, gagallah dia.
6) Kokok ayam dan galang kangin
(bahasa bali) artinya suasana hari mendekati pagi diiringi dengan ayam
berkokok, jika Pengereh terpengaruh dan menghentikan semedi karena merasa hari
sudah pagi, maka gagallah dia.
7) “Bikul nyuling” (tikus
meniup seruling) menggoda, sehingga membuat si pengereh tertawa karena lucu
melihat tikus meniup seruling, maka gagallah dia.
8) “Talenan (alas untuk memotong
daging) bersama blakas (pisau besar)” yang datang dengan
bunyi….tek….tek….tek….dan akan melumat si pengereh, langsung dicincang. Kalau
sudah seperti ini si pengereh harus kabur menyelematkan diri, karena kehadiran
talenan bersama blakas ini adalah ciri kegagalan.
9) Kedengaran bunyi
gemerincing…..cring…….cring, cring,cring,cring, kalau sudah begini berarti
sudah gagallah prosesi ngereh ini, dan si pengereh tidak perlu lagi melanjutkan
dan harus secepatnya angkat kaki menyelematkan diri. Hal ini menandakan akan
hadir Banaspati Raja (Raja hantu) ancangan (anak buah) Ida Betara Bairawi yang
berkuasa di Setra (kuburan).
Mengenai 9 jenis
gegodan (gangguan) itu tidak terjadi sekaligus kesembilannya pada saat ritual
ngereh. Gangguan (gegodan) yang terjadi bisa 1 atau 2 atau 3 atau 4 dan
seterusnya tergantung situasi dan kondisi serta keberadaan si pengereh,
kelengkapan upacara dan kemungkinan penyebab lainnya.
Menurut Drs. I Made Karda, M.Si yang
juga sebagai tukang menarikan rangda pada tulisannya di majalah Taksu 169 Thun 2007 menjelaskan bahwa Ngereh lebih dekat dengan
kata kerauhan atau kesurupan, yang artinya kemasukan roh manifestasi Tuhan.
Mereka akan menggeraklan tubuhnya sesuai dengan kekuatan yang menempatinya.
Kalau
yang disampaikan diatas adalah kegagalan ngereh, maka keberhasilannnya
adalah ditandai dengan adanya gulungan api, atau
tiga bola api yang datang menghampiri kemudian masuk ke petapakan Ida Betara
Rangda. Jika sudah masuk ke Petapakan Ida Betara Rangda, ditandai dengan
menjulurnya lidah Petapakan Ida Betara Rangda yang semula diatas kepalanya
kemudian turun berjuntai mengarah ke takir (daun pisang ) yang berisi getih
temelung (darah babi jantan) dan menyedotnya sampai habis, selanjutnya si
pengereh akan kerauhan (trance) kemudian masuk ke Petapakan Ida Betara Rangda
dan ngelur (berteriak) menggelegar akhirnya tangkil (datang) ke Pura Dalem.
·
Bagaimanakah Upacara Ngeleak itu?
Kata Pengiwa
berasal dari bahasa jawa kuno; yang asal katanya kiwa dalm bahasa Jawa Kuno
yang artinya kiri; kiwan; sebelah kiri, Ngiwa = Nyalanang aji wegig
(menjalankan aliran kiri), seperti ; pengeleakan penestian, Menggal Ngiwa =
nyemak (melaksanakan) gegaen dadua (pekerjaan kiri dan kanan).Pengertian Kiwa
dan Tengen artinya ilmu hitam dan ilmu putih, Ilmu Hitam disebut juga ilmu
pengeleakan, tergolong aji wegig. Aji berarti ilmu, Wegig berarti begig yaitu
suatu sifat yang suka mengganggu orang lain. Karena sifatnya negatif, maka ilmu
itu sering disebut “ngiwa”. Ngiwa berarti melakukan perbuatan kiwa alias
kiri.Aji Penengen (Ilmu putih) sangat bertentangan dengan ilmu hitam. Ilmu
putih sebagai lawannya, yang disebut pula ilmu penangkal leak yang bisa dipakai
untuk memyembuhkan orang sakit karena diganggu leak, sebab aji usadha berhaluan
kanan, disebut haluan “tengen” berarti kanan. Ilmu putih ini mengandung ilmu
“kediatmika”.Leak Desti yang merupakan bagian dari Ilmu Pengiwa dari jaman dulu
kala sudah menjadi fenomena yang tak pernah sirna dimakan jaman, keberadaannya
dari dulu menjadi momok yang menakutkan masyarakat. Leak Desti adalah
perwujudan ilmu leak tingkat paling bawah yaitu perwujudannya bisa berbentuk
binatang. adapun nama – nama yang sangat popular adalah:
Lelakut yaitu
sejenis kadal yang besar berbadan hitam loreng-loreng, berkepala manusia
berwajah seram dan hitam, rambutnya terurai, taringnya panjang, giginya
runcing, matanya lebar dan menyala keluar api berwarna hijau, mempunyai ekor
panjang warnannya loreng hitam putih.
Bebae yaitu
sejenis binatang kambing berbulu putih mulus, mempunyai telinga panjang
menjulur kebawah sampai menyentuh tanah.
Leak Desti ini
sasarannya adalah orang-orang yang penakut sehingga kalau orang yang ketakutan
ini melihat leak Desti maka ia akan lari terbirit-birit dan bisa terjatuh dan
pada saat jatuh itulah maka Leak Desti ini akan menyerang dan akan mengisap
darah orang yang terjatuh tadi.Disamping orang yang ketakutan juga bisa disasar
anak-anak kecil terutama bayi-bayi sehingga bayi-bayi itu bisa menangis
terus-menerus dan tidak mau menyusu pada ibunya dan lama-lama sampai anak kecil
tersebut jatuh sakit. Leak Desti ini di Bali ada penangkalnya yaitu melalui
orang-orang Wiku yaitu orang yang sudah menguasai ilmu pengobatan yang disebut
ilmu Usada Bali (pengobatan tradisional Bali).“Ngereh” artinya proses perubahan
wujud dari manusia menjadi Leak. Leak desti adalah wujud siluman jahat (setan).
Desti adalah perwujudan binatang siluman manusia dalam bentuk binatang yang
aneh dan seram.
Adapun
Tehnik Ngereh Leak Desti tersebut adalah sebagai berikut : Dalam ajaran Agama
Hindu mengenal tiga Kerangka Dasar yaitu:
·
Tatwa berarti orang yang menjalankan ilmu pengeleakan
harus menyadari tentang ajarannya.
·
Etika berarti orang yang menjalankan ilmu pengeleakan
pasti akan melaksanakan mengenai tehnik-tehnik tingkah lakunya.
·
Upakara berarti orang yang menjalankan ilmu
pengeleakan sudah tentunya melaksanakan upakara-upakara seperti menghaturkan
sesajen (banten dalam bahasa bali) sebagai sarana upakara.
Sebelum Ngereh (proses perubahan wujud) menjadi Leak
Desti, orang yang menjalankan pengeleakan terlebih dahulu melaksanakan beberapa
tahapan kegiatan dengan melakukan berbagai permohonan. Adapun tahapan-tahapan
kegiatan ngereh tersebut adalah sebagai berikut :
Memasang pasirep yaitu mengeluarkan ilmu kesaktian agar
semua mahluk hidup yang ada di sekitarnya semuannya tertidur lelap.Mencari
tempat ngereh yaitu mencari tempat yang paling strategis dan aman seperti
misalnya di Kuburan, pada perempatan jalan, atau bisa di sawah yang penting
tempat tersebut sepi.Mempersiapkan upakara berupa sarana banten yang berkaitan
dengan ilmu pengeleakan.Melakukan permohonan-permohonan agar proses ngereh
dapat berlangsung sesuai dengan yang diinginkan kepada Tuhan dalam segala
bentuk menifestasinya yaitu :
·
Pertama mohon kepada yang bernama Butha Peteng
(perwujudan unsur alam gelap) untuk memagari tempatnya agar siapa yang lewat
supaya tidak melihat, dilanjutkan kemudian dengan memasang ilmu pengreres (ilmu
penakut) agar yang lewat menjadi ketakutan.
·
Kedua mohon kepada yang bernama Butha Keridan
(perwujudan unsur alam terbalik) agar pengelihatan orang bisa terbalik yaitu
yang di atas bisa terlihat di bawah.
·
Ketiga secara berturut-turut mohon kepada yang bernama
Sang Kala Jingkrak, Butha Lenga, Butha Ringkus, Butha Jengking dan terakhir mohon
kepada yang bernama sang Butha Kapiragan, agar segala permohonannya bisa
terkabul.Sang Kala Jingkrak, Butha Lenga, Butha Ringkus, Butha Jengking dan
Butha Kapiragan adalah nama-nama Butha Kala yang menguasai Ilmu
Pengleakan.
·
Keempat setelah proses permohonan selesai, dilanjutkan
dengan kegiatan muspa (sembahyang) dengan posisi badan terbalik yang
dilanjutkan dengan nengkleng (berdiri dengan kaki satu) berjalan nengkleng
mengitari "sanggah cucuk" (tempat menaruh sesajen yang terbuat dari batang
bambu), sesuai dengan tingkat ilmunya dengan posisi putaran berjalan nengkleng
kearah kiri.
Dengan melalui ngereh tersebut diatas maka orang yang
menguasai ilmu pengeleakan bisa berubah wujud sesuai tingkat ilmu pengeleakan
yang dikuasainya yaitu kalau tingkat Desti maka orang tersebut bisa berubah
wujud menjadi binatang yang aneh-aneh dan seram,setelah menguasai Ilmu Pengiwa
Leak Desti, penekun akan dengan mudah membuat sarana pengleakan yang biasa di
gunakan oleh pengikut aliran kiri ini. Sarana tersebut seperti :
·
“Pengasren” (semacam pelet), yakni sarana magis agar
orang yang bersangkutan menjadi kelihatan selalu cantik dan tampan, awet muda
dan mempunyai daya pikat yang tinggi. Dengan sarana tersebut orang akan mudah
dapat memikat lawan jenis yang dikehendakinya.
·
“Pengeger” (semacam penglaris) yang dapat menyebabkan
si pemakai menjadi laris dalam berdagang atau berusaha, dengan harapan si
pemakai menjadi semakin kaya.
·
“Pengasih-asih”, yakni sarana yang dapat membuat orang
menjadi jatuh cinta kepada orang yang menggunakan sarana tersebut. Atau dapat
pula disebut dengan sarana guna-guna. Seperti misalnya : guna lilit, guna jaran
guyang, guna tuntung tangis, dan lain-lain macamnya.
·
“Penangkeb”, yakni sarana gaib atau mistis agar orang
lain atau orang banyak menjadi tunduk. Dengan demikian orang tersebut dapat
mengendalikan, mengarahkan, menguasai, atau menyetir orang lain atau orang
banyak sesuai dengan keinginannya. Orang yang telah terkena ilmu penangkeb tak
ubahnya seperti kerbau yang dicocok hidungnya, sehingga akan menjadi penurut
sesuai perintah atau keinginan dari orang yang mengenakan ilmu penangkeb.
·
“Pepasangan”, yakni sarana yang ditanam pada tempat
tertentu oleh orang yang bisa melakukan pengiwa. Tujuannya adalah untuk
mengenai korbannya sesuai dengan yang diingini si pemasang. Dapat berupa sarana
tulang manusia yang dibungkus, atau berupa bubuk tulang yang ditaburkan pada
pekarangan rumah orang yang akan dijadikan korban. Dengan adanya pepasangan itu
menjadikan situasi rumah tersebut menjadi agak lain, agak seram, penghuninya
sakit-sakitan, sering cekcok, dan lain-lain.
·
“Sesawangan”, yakni kemampuan seseorang yang
mempraktekkan ilmu pengiwa hanya dengan membayangkan wajah atau hanya nama dari
calon korban. Sesawangan juga disebut dengan umik-umikan atau acep-acepan atau
doa-doa. Dengan kemampuan ini seseorang yang melaksanakannya dapat mencapai
korbannya, walaupun dia bersembunyi di balik dinding beton yang tebal dan kuat.
Adanya ilmu ini makanya sering kita mendengar kalimat seperti berikut :
“walaupun engkau berlindung di dalam gedong batu yang terkunci rapat, aku akan
dapat mencapaimu”. Mungkin ilmu sesawanganlah yang digunakan orang tersebut.
·
“Ilmu Cetik” (racun) merupakan cara meracun orang atau
korban. Ada cetik sekala dan ada cetik niskala. Cetik sekala diartikan bahwa
meracun dengan menggunakan sarana tertentu yang tampak nyata, seperti cetik
gringsing, cetik cadang galeng, cetik kerikan gangsa, dan lain-lain. Kemudian
cetik niskala adalah meracun korban atau orang dengan sarana yang tidak
kelihatan. Cetik ini hanya mampu dilakukan oleh orang yang memiliki ilmu Leak
yang sudah tinggi. Hanya dengan memandangi makanan atau minuman saja, maka
korbannya akan menjadi sakit seperti yang dikehendaki. Jadi boleh dibilang
cetik ini tanpa memerlukan sarana, karena tidak kelihatan.Kewisesan yang
diporolehnya kemudian disebarluaskan secara rahasia dengan menggunakan sarana
seperti mas, mirah, tembaga, kertas merajah, dan lain-lain. Ada pula dalam
bentuk bebuntilan (bungkusan kecil yang berisikan sarana tertentu). Si pemakai
pengiwa tersebut juga diberikan rerajahan ongkara sungsang (ongkara terbalik)
pada lidah, gigi, kuku, atau bagian tubuh tertentu lainnya. Atau ada pula
penggunaan pengiwa dengan jalan maled (menelan sarana yang diberikan oleh
gurunya). Sarana pengiwa tersebut dibakar sebelumnya, kemudian abunya dibungkus
dengan buah pisang mas, dan kemudian ditelan. Setelah itu didorong masuk ke
dalam tubuh dengan menggunakan tirta atau air suci. Dalam kemajuan teknologi
yang berkembang pesat saat ini ternyata di masyarakat masih mejadi trend
penggunaan alat-alat kekebalan dalam berbagai bentuk baik yang dipakai maupun
yang masuk dalam tubuhnya. Adapun fungsi dari alat tersebut untuk menambah
kepercayaan diri agar merasa lebih mampu dibandingkan dengan yang lainnya.
Harus disadari fungsi dari alat ini bagaikan pisau bermata dua. Kalau tujuanya
untuk kepentingan umum dalam hal menolong masyarakat tidak menjadi masalah.
Yang menjadi masalah adalah jika alat itu digunakan untuk pamer dan menguji
orang lain, ini yang sangat riskan. Karena setiap alat yang kita pakai memiliki
kadar tersendiri, tergantung dari sang pembuatnya. Karena ini berhubungan
dengan kekuatan niskala yang berupa panengen dan pengiwa. Atau dalam istilah
lainnya mengandung kekuatan pancaksara maupun dasaksara. Tidak sembarang orang
bisa membuat alat seperti ini apalagi memasangnya karena berhubungan dengan
pengraksa jiwa. Kalau berupa sesabukan (tali pinggang) menggunakan bahan-bahan
tersendiri, berupa biji-bijian seperti kuningan, timah, perak, bahan panca
datu. Ditambah sarana yang lainnya sebagai persyaratannya. Untuk menghidupkan
ini perlu mantra pasupati biar benda tersebut menjadi hidup. Disinilah kekuatan
penengen dan pengiwa berjalan sebagai satu kesatuan yang menjadi kekuatan panca
dhurga. Kalau sabuk pengeleakan lagi berbeda, di sini kekuatan pengiwa
murni dipakai, sehingga yang memakainya akan memasuki dunia lain, tanpa
disadari ia akan berubah secara sikap. Dan kita diolah oleh alat itu tanpa
disadari kita menjadi kehilangan kontrol. Ini yang sangat berbahaya, jika tidak
segera ditolong ia akan terjerumus, disinilah kekuatan penengen akan berjalan
sebagai penetralisir. Di sinilah perlunya kita pemahaman apa itu penengen dan
pengiwa jangan sepengal-sepenggal. Kalau yang memasukan dalam tubuh juga
hampir sama prosesnya dengan yang memakai alat, yang menjadi perbedaan adalah
kalau yang memakai alat berada di luar tubuh dan yang memasukan berada di dalam
tubuh, inipun prosesnya tidak gampang perlu orang yang tahu untuk memasangnya,
memang tubuh menjadi kebal tapi perlu proses. Tidak langsung jadi. Disinilah
kejelian seorang senior terhadap yuniornya apakah sudah siap secara mental atau
tidak. Kalau sudah siap secara mental maka akan cepat benda itu bereaksi dan
bisa dikontrol oleh dirinya sendiri, jika tidak akan sebaliknya akan
membahayakan dirinya sendiri. Karena alat-alat yang dipasang akan menjadi
energi. Di sinilah muncul keegoissan kita jika sudah merasa hebat seolah-olah
kita yang paling unggul di antara orang lain, padahal kita tahu ilmu seperti
ini sangat banyak. Pengendalian diri sangat penting untuk membawa hal yang
positif bagi kita sendiri, jangan terjebak oleh keinginan sesaat. Tapi
sebaiknya kita gunakan alat-alat itu untuk kepentingan yang lebih baik seperti
untuk jaga diri.
Untuk mendapatkan ilmu tersebut, harus mengadakan
upacara yang disebut madewasraya. Apabila ingin menggunakan pangiwa, supaya
dapat sakti dan manjur, mujarab dan digjaya, terlebih dahulu harus menyucikan
diri. Setelah itu tatkala malam diadakannya madewasraya dahulu di kayangan
pangulun setra (pura yang ada di dekat kuburan), memohon anugrah kehadapan
Hyang Nini Betari Bagawati atau Ida Betari Durga Dewi. Adapun sarananya:
·
1. Daksina 1 buah
·
2. Uang kepeng sebanyak 17.000
·
3. Ketupat 2 kelan (1 kelan = 6 biji)
·
4. Arak & brem
·
5. Ketan hitam
·
6. Canang 11 biji
·
7. Canang tubungan, burat wangi lenga wangi, nyanyah
(goreng tanpa minyak) gagringsingan, geti-getih (darah), dan biu mas (pisang
kecil yang biasanya dipakai untuk membuat canang) kemudian dipersembahkan
secara niskala. Setelah itu bersila di depan paryangan, bersemadi dan tidak
lupa dengan dupa menyan astanggi, heningkan batin. Kemudian ucapkan mantra:
“Om Ra Nini
Batari Bagawati, turun ka Bali; ana wang mangkana; aminta kasih ring Paduka
Batari, sira nunas turun ka mrecapada. Ana wang mangkana anunas kasaktian,
manusa kabeh ring Bagawati, Sang Hyang Guru turun ka mrecapada. Ana wang manusa
angawe Batara kabeh, turun ka Bali Sang Hyang Bagawati. Ana buta wilis, buta
abang, ana buta jenar, ana buta ireng, ana buta amanca warna, mawak I Kalika,
ya kautus antuk Batari Bagawati, teka welas asih ring awak sarinankune, pakulun
Paduka Bagawati. Om Mam Am Om Mam, ana Paduka Batara Guru, teka welas asih,
Bagawati manggih ring gedong kunci manik, teka welas asih ring awak sarinanku”.
Apabila sudah berhasil mendapatkan ilmu gaib tersebut,
maka ada aturan yang harus dipatuhi. Orang yang memiliki ilmu gaib tersebut
akan digjaya tidak terkalahkan, tidak bisa diungguli, dan semua akan tunduk
kepadanya. Apabila mampu merahasiakannya, maka dalam 100 kali kelahiran akan
menemui kebahagiaan dan kebebasan tertinggi. Dan bila meninggal dapat kembali
ke sorga Brahmaloka, Wisnuloka, dan Iswaraloka. Tetapi bila ketahuan, apalagi
sampai suka membicarakan, menyebarluaskan, dan tidak mampu merahasiakannya,
maka dalam 1000 kali kelahiran akan menemui hina, neraka, disoroti oleh
masyarakat, dan sudah pasti terbenam dalam kawah neraka Si Tambra Goh Muka.

c. Bagaimanakah
proses belajar Nge-Leak ?
Pada dasarnya ilmu ini sangat rumit dan rahasia sekali,
jarang seorang guru mau dengan terang-terangan memberikan ilmu ini dengan
cuma-cuma. Sebelum seorang belajar ilmu leak terlebih dahulu harus diketahui
otonan orang tersebut (hari lahir versi Bali) hal ini sangat penting, karena
kwalitas dari ilmu yang dianut bisa di ketahui dari otonanya, sang guru harus
hati-hati memberikan pelajaran ini kalau tidak murid akan celaka oleh ilmu
tersebut. Setelah diketahui barulah proses belajar di mulai, pertama-tama murid
harus mewinten Brahma widya, dalam bahasa lontar “Ngerangsukan Kawisesan”, dan
hari baik pun tentunya dipilih oleh sang guru.Tahap dasar murid diperkenalkan
dengan Aksara Wayah atau Modre. Selajutnya murid di “Rajah” (ditulis secara
spiritual) seluruh tubuh oleh sang guru, hal ini di lakukan di Kuburan pada
saat kajeng kliwon nyitan.
Selesai dari proses ini barulah sang murid sah
diajarkan oleh sang guru, ada 5 sumpah yang dilakukan di kuburan :
·
hormat dan taat dengan ajaran yang di berikan oleh
guru
·
Selalu melakukan ajapa-ajapa dan menyembah SIWA Dan
DURGA dalam bentuk ilmu kawisesan,
·
tidak boleh pamer kalau tidak kepepet, selalu
menjalankan darma,
·
tidak boleh makan daging kaki empat, tidak boleh
bersetubuh ( zina)
·
tidak boleh menyakiti atau dengan carapapun melalui
ilmu yang kita pelajari.
·
Di Bali yang namanya Rangda selalu indentik dengan
wajah seram, tapi di jawa di sebut Rondo berarti janda, inilah alasanya kenapa
dahulu para janda lebih menguasai ilmu pengeleakan ini dari pada laki-laki,
dikarenakan wanita lebih kuat nahan nafsu... Pada dasarnya kalau boleh saya
katakan ilmu ini berasal dari tanah Jawa, campuran aliran Siwa dan Budha, yang
di sebut dengan “Bajrayana”.
adapun
tingkat pelajarannya adalah:
·
Tingkat satu kita diajari bagaimana mengendalikan
·
Tingkat dua kita diajarkan Visualisasi, dalam ajaran
ini disebut "Ninggalin Sang Hyang Menget"
·
Tingkat tiga kita diajar bagaimana kita melindungi
diri dengan tingkah laku yang halus serta tanpa emosi dan dendam, di ajaran ini
di sebut "Pengraksa Jiwa”.
·
Tingkat empat kita di ajar kombinasi antara gerak
pikiran dengan gerak tubuh, dalam bahasa yoga disebut Mudra. mudra ini berupa
tarian jiwa akhirnya orang yang melihat atau yang nonton di bilang
"Nengkleng” (berdiri dengan kaki satu). Mudra yang kita pelajari persis
seperti tarian siwa nata raja. Tingkat empat barulah kita diajar Meditasi,
dalam ajaran pengeleakan disebut "Ngeregep”, yaitu duduk bersila tangan
disilangkan di depan dada sambil mengatur pernafasan sehingga pikiran kita
tenang atau “Ngereh” dan “Ngelekas”.
·
Tingakat lima kita di ajarkan bagaimana melepas roh (
Mulih Sang Hyang Atma ring Bayu, Sabda lan Idep) melalui kekluatan pikiran dan
batin dalam bahasa sekarang disebut Levitasi, berada di luar badan. Pada saat
levitasi kita memang melihat badan kita terbujur kaku tanpa daya namun kesadaran
kita sudah pindah ke badan halus, dan di sinilah orang disebut berhasil dalam
ilmu leak tersebut, namun..ini cukup berbahaya kalau tidak waspada dan kuat
iman serta mental kita akan keliru, bahkan kita bisa tersesat di alam gaib.
Makanya kalau sampai tersesat dan lama bisa mati, ini disebut “mati suri”, maka
Bhagawadgita benar sekali, (apapun yang kamu ingat pada saat kematian ke
sanalah kamu sampai... dan apapun yang kamu pikirkan begitulah jadinya)
Tentu dalam
pelajaran2 ini sudah pasti dibutuhkan ketekunan, puasa, berbuat baik, sebab
ilmu ini tidak akan berhasil bilamana dalam pikiran menyimpan perasaan dendam,
apalagi kita belajar ilmu ini untuk tujuan tidak baik saya yakin tidak akan
mencapai tujuannya. Kendati demikian godaan selalu akan datang seperti, nafsu
sek meningkat, ini alasanya kenapa tidak boleh makan daging kaki empat, dan
kita diajurkan tidur di atas jam 12 malam agar konisi agak lemah sehingga nafsu
seks berkurang. Dan tengah malam tepat jam 12 kita diwajibkan untuk meditasi
sambil mencoba melepas roh dalam dunia leak sama seperti perkumpulan spiritual,
pada hari-hari tertentu pada umumnya KAJENG KLIWON, kaum leak mengadakan “puja
bakti” bersama memuja SIWA, DURGA, BERAWI, biasanya di pura dalem atau di
Kuburan (pura Prajapti) dalam bentuk NDIHAN, bukan kera, anjing, dan lain-lain.
Jadi
demikian semeton yang bisa saya sampaikan, mudah mudahan tulisan ini menambah
wawasan di bidang ilmu leak sehingga besok-besok kita tidak ikut-ikutanan
mengatakan LEAK itu jahat YA SAKTI SANG SAJANA DARMA RAKSAKA, orang yang
bijaksana pasti berpegang teguh pada dharma, dan orang yang berpegang darma
sudah pasti bijaksana.
d.
Tingkatan
Leak Dalam Agama Hindu
Ilmu leak
ini bisa dipelajari dari lontar-lontar yang memuat serangkaian ilmu
pengeleakan, antara lain; “Cabraberag, Sampian Emas, Tangting Mas, Jung Biru”.
Lontar - lontar tersebut ditulis pada zaman Erlangga, yaitu pada masa
Calonarang masih hidup. Pada Jaman Raja Udayana yang berkuasa di Bali pada abab
ke 16, saat I Gede Basur masih hidup yaitu pernah menulis buku lontar
Pengeleakan dua buah yaitu “Lontar Durga Bhairawi” dan “Lontar Ratuning
Kawisesan”. Lontar ini memuat tentang tehnik-tehnik Ngereh Leak Desti.
Selain itu
lontar yang bisa dipakai refrensi diantaranya; “Lontar Tantra Bhairawa, Kanda Pat
dan Siwa Tantra”.
Leak
mempunyai keterbatasan tergantung dari tingkatan rohani yang dipelajari. Ada
tujuh tingkatan leak.
Leak barak (brahma). Leak ini baru
bisa mengeluarkan cahaya merah api.
Leak bulan, Leak pemamoran, Leak
bunga, Leak sari, Leak cemeng rangdu, Leak siwa klakah. Leak siwa klakah inilah
yang tertinggi. Sebab dari ketujuh cakranya mengeluarkan cahaya yang sesuai
dengan kehendak batinnya.
Di samping
itu, ada tingkatan yang mungkin digolongkan tingkat tinggi seperti Calon Arang,
Pengiwa Mpu Beradah, Surya Gading, Brahma Kaya, I Wangkas Candi api, Garuda Mas,
Ratna Pajajaran, I Sewer Mas, Baligodawa, Surya Mas, Sanghyang Aji Rimrim.
Dalam
gegelaran Sanghyang Aji Rimrim, memang dikatakan segala Leak kabeh anembah
maring Sang Hyang Aji Rimrim, Aji Rimrim juga berbentuk Rerajahan. Bila dirajah
pada kayu Sentigi dapat dipakai penjaga (pengijeng) pekarangan dan rumah,
palanya sarwa bhuta-bhuti muang sarwa Leak kabeh jerih.
Disamping
itu, ada sumber yang mengatakan ilmu leak mempunyai tingkatan. Tingkatan leak
paling tinggi menjadi bade (menara pengusung jenasah), di bawahnya menjadi
garuda, dan lebih bawah lagi binatang-binatang lain, seperti monyet, anjing
ayam putih, kambing, babi betina dan lain-lain. selain itu juga dikenal nama I
Pudak Setegal (yang terkenal cantik dan bau harumnya), I Garuda Bulu Emas, I
Jaka Punggul dan I Pitik Bengil (anak ayam yang dalam keadaan basah kuyup).
Dari sekian macam ilmu Pengleakan,
ada beberapa yang sering disebut seperti
Bajra Kalika
yang mempunyai sisya sebanyak seratus orang,
Aras Ijomaya
yang mempunyai prasanak atau anak buah sebanyak seribu enam ratus orang. Di
antaranya adalah I Geruda Putih, I Geringsing, I Bintang Sumambang, I Suda
Mala, Pudak Setegal, Belegod Dawa, Jaka Tua, I Pering, Ratna Pajajaran, Sampaian
Emas, Kebo Komala, I Misawedana, Weksirsa, I Capur Tala, I Anggrek, I Kebo
Wangsul, dan I Cambra Berag. Disebutkan pula bahwa ada sekurang-kurangnya empat
ilmu bebai yakni I Jayasatru, I Ingo, Nyoman Numit, dan Ketut Belog.
Masing-masing bebai mempunyai teman sebanyak 27 orang. Jadi secara keseluruhan
apabila dihitung maka akan ada sebanyak 108 macam bebai.
Di lain
pihak ada pula disebutkan bermacam-macam ilmu pengLeakan seperti :
Aji Calon
Arang, Ageni Worocana, Brahma Maya Murti, Cambra Berag, Desti Angker, Kereb
Akasa, Geni Sabuana, Gringsing Wayang, I Tumpang Wredha, Maduri Geges, Pudak
Setegal, Pengiwa Swanda, Pangenduh, Pasinglar, Pengembak Jalan, Pemungkah
Pertiwi, Penyusup Bayu, Pasupati Rencanam, Rambut Sepetik, Rudra Murti , Ratna
Geni Sudamala, Ratu Sumedang, Siwa Wijaya, Surya Tiga Murti, Surya Sumedang,
Weda Sulambang Geni, keputusan Rejuna, Keputusan Ibangkung buang, Keputusan
tungtung tangis, keputusan Kreta Kunda wijaya, Keputusan Sanghyang Dharma, Sang
Hyang Sumedang, Sang Hyang Surya Siwa, Sang Hyang Geni Sara, Sang Hyang Aji
Kretket, Sang Hyang Siwer Mas, Sang Hyang Sara Sija Maya Hireng, dan lain-lain
yang tidak diketahui tingkatannya yang mana lebih tinggi dan yang mana lebih
rendah.Hanya mereka yang mempraktekkan ilmu-ilmu tersebut yang mengetahuinya.
Tingkatan
Leak pun sebenarnya sangat banyak. Namun karena suatu kerahasiaan yang tinggi,
jadinya tidak banyak orang yang mengetahui. Mungkin hanya sebagian kecil saja
dari nama-nama tingkatan tersebut sering terdengar, karena semua ini adalah
sangat rahasia. Dan tingkatan-tingkatan yang disampaikan pun kadangkala antara
satu perguruan dengan perguruan yang lainnya berbeda. Demikian pula dengan
penamaan dari masing-masing tingkatan ada suatu perbedaan. Namun sekali lagi,
semuanya tidak jelas betul, karena sifatnya sangat rahasia, karena memang
begitulah hukumnya.
Setiap
tingkat mempunyai kekuatan tertentu. Di sinilah penganut leak sering kecele,
ketika emosinya labil. Ilmu tersebut bisa membabi buta atau bumerang bagi
dirinya sendiri. Hal inilah membuat rusaknya nama perguruan. Sama halnya
seperti pistol, salah pakai berbahaya. Makanya, kestabilan emosi sangat
penting, dan disini sang guru sangat ketat sekali dalam memberikan pelajaran.
Selama ini
leak dijadikan kambing hitam sebagai biang ketakutan serta sumber penyakit,
atau aji ugig bagi sebagian orang. Padahal ada aliran yang memang spesial
mempelajari ilmu hitam disebut penestian. Ilmu ini memang dirancang bagaimana
membikin celaka, sakit, dengan kekuatan batin hitam. Ada pun caranya adalah
dengan memancing kesalahan orang lain sehingga emosi. Setelah emosi barulah dia
bereaksi.
Emosi itu
dijadikan pukulan balik bagi penestian. Ajaran penestian menggunakan
ajian-ajian tertentu, seperti aji gni salembang, aji dungkul, aji sirep, aji penangkeb,
aji pengenduh, aji teluh teranjana. Ini disebut pengiwa (tangan kiri). Kenapa
tangan kiri, sebab setiap menarik kekuatan selalu memasukan energi dari belahan
badan kiri.
Pengwia
banyak menggunakan rajah-rajah ( tulisan mistik) juga dia pintar membuat sakit
dari jarak jauh, dan “dijamin tidak bisa dirontgen dan di lab” dan yang paling
canggih adalah cetik ( racun mistik). Dan aliran ini bertentangan dengan
pengeleakan, apabila perang beginilah bunyi mantranya, "ong siwa gandu
angimpus leak, siwa sumedang anundung leak, mapan aku mapawakan ……….."
Yang paling
canggih adalah cetik (racun mistik). Aliran ini bertentangan dengan
pengeleakan. Apabila perang, beginilah bunyi mantranya; ong siwa gandu angimpus
leak, siwa sumedang anundung leak, mapan aku mapawakan segara gni………..…
Ilmu Leak
ini sampai saat ini masih berkembang karena pewarisnya masih ada, sebagai
pelestarian budaya Hindu di Bali dan apabila ingin menyaksikan leak ngendih
datanglah pada hari Kajeng Kliwon Enjitan di Kuburan pada saat tengah malam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar